Dalam catatan detikcom, setidaknya ada sembilan BUMN yang mendapat cap perusahaan sakit atau 'dhuafa' sehingga masuk dalam penanganan atau pasien PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Sebanyak sembilan perusahaan itu adalah PT Merpati Nusantara Airline (MNA), PT Survai Udara Penas, PT Industri Gelas, PT Kertas Kraft Aceh, PT Industri Sandang Nusantara, PT Kertas Leces, PT Dirgantara Indonesia, PT PAL Indonesia, dan PT Industri Kapal Indonesia.
Direktur Konstruksi Bisnis dan Manajemen Aset Dikdik Permadi menyatakan dari sembilan perusahaan tersebut, PT Kertas Leces gagal untuk diselamatkan. Perusahaan ini sudah dinyatakan pailit dan kini sedang menunggu likuidasi aset.
"Pertama paling cepat Leces, bukan cepat lagi itu udah pailit tinggal lelang kurator untuk likuidasi asetnya. Nanti dibagikan ke kreditur," ucap Dikdik saat berbincang bersama wartawan di Bandung, Kamis (14/11/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selanjutnya Merpati kita ini sudah optimalkan asetnya mereka, kami lakukan pendampingan untuk kerja sama kargo ke timur dengan 10 BUMN," ucap Dikdik.
Dikdik melanjutkan, PT Industri Gelas menunjukkan progres yang cukup baik. BUMN ini akan segera merambah industri fiberglass dengan bekerja sama dengan Perusahaan Gas Negara (PGN).
"Kalau terkait Iglas (Industri Gelas) kita sedang mulai kajian untuk coba melakukan support pembuatan pipa-pipa fiberglass. Saat ini kita kajian dengan PGN, mereka butuh pipa fiberglass. Nanti kita akan mulai dari situ, selama ini kan mereka setop operasi juga," ucap Dikdik.
Dikdik juga memaparkan, Industri Sandang Nusantara akan mengubah pola bisnisnya. Sebelumnya, perusahaan ini fokus ke industri hulu tekstil dengan pemintalan benang. Kini, bisnis akan berubah mengurus industri hilir garmen.
"ISN (Industri Sandang Nusantara) fokusnya nggak ke hulu lagi dia akan training untuk mengurusi industri garmen sekarang fokusnya. Mereka juga baru saja lelang aset di Bali, dari hasil itu bisa selesaikan kewajiban kepada kreditur, sisa asetnya ada sembilan pabrik pemintalan," ungkap Dikdik.
Selain yang dalam penanganan PPA, masih terdapat beberapa perusahaan BUMN yang tercatat rugi. Sebut saja, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk juga tercatat mengalami kerugian pada triwulan III atau 9 bulan pertama tahun 2019 mencapai US$ 211,912 juta atau setara Rp 2,96 triliun (kurs Rp 14.000).
Lalu, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk juga mencatatkan kerugian di 2018 sebesar US$ 175,028 juta atau sekitar Rp 2,4 triliun (kurs Rp 14.000). (ang/ang)