Dirjen Pajak Baru Curhat Sulitnya Kejar Target Pajak

Dirjen Pajak Baru Curhat Sulitnya Kejar Target Pajak

Danang Sugianto - detikFinance
Rabu, 11 Des 2019 09:43 WIB
Foto: Danang Sugianto/detikFinance
Jakarta - Penerimaan pajak tahun ini diperkirakan jauh dari target yang ditetapkan. Hingga Oktober 2019 saja baru terkumpul Rp 1.018,47 triliun atau 64,56% dari target APBN tahun ini sebesar Rp 1.577 triliun.

Angka itu setara dengan pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 0,23% (yoy). Pertumbuhan itu sangat turun jauh jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang tumbuh 16%.

Sebelumnya pemerintah saat evaluasi di semester I-2019 juga memperkirakan kekurangan penerimaan pajak tahun ini mencapai Rp 140 triliun. Shortfall itu lebih besar dari tahun sebelumnya sekitar Rp 110 triliun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Direktur Jenderal Pajak baru Suryo Utomo pun mengakui penerimaan pajak tahun ini begitu seret. Hal itu pun disampaikannya di depan pengusaha dan wajib pajak (WP) lainnya. Begiini selengkapnya:



Curhatan Dirjen Pajak

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan kemarin menggelar acara Dialog Pajak. Mulai dari pengusaha hingga wajib pajak (WP) pribadi turut diundang dalam acara ini.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo saat membuka pidato menjelaskan kinerja penarikan pajak negara hingga saat ini yang cukup mengecewakan. Penerimaan pajak hingga Oktober 2019 baru terkumpul Rp 1.018,47 triliun atau 64,56% dari target APBN tahun ini sebesar Rp1.577 triliun.

Angka itu setara dengan pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 0,23% (yoy). Pertumbuhan itu sangat turun jauh jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang tumbuh 16%.

"Masih 0,23% cukup berat. Apakah jumlah ini sesuai dengan target kita? Jawabannya belum. Tapi juga terjadi penurunan harga komoditas," ujarnya.

Suryo mengakui bahwa tahun ini merupakan tahun yang berat bagi penerimaan pajak. Dia tidak menyalahkan dunia usaha maupun WP lainnya. Sebab kondisi dunia usaha yang memang tengah bergejolak dan penyebab terbesarnya jatuhnya harga komoditas.

"Saya juga terima kasih bapak ibu sekalian masih dorong tumbuh positif meskipun hanya 0,23%. Ekspektasinya tumbuh belasan persen," ujarnya.



Pengusaha Minta Petugas Pajak Tak Main Sikat

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani meminta petugas pajak agar tidak terlalu galak terhadap wajib pajak (WP) yang lalai administrasi. Sebab terkadang yang menjadi penyebab adalah karyawan dari WP yang tidak kompeten.

Hal itu disampaikannya di hadapan Suryo Utomo dalam acara Dialog Pajak di Gedung DJP, Jakarta, Selasa (10/12/2019).

"Pemeriksaan di lapangan kami rasakan. Banyak di antara kita WP tidak terlalu siap dengan adminsitrasinya. Mungkin orang kita tidak kompeten. Itu kita alami," tuturnya.

Hariyadi menncontohkan ada perusahaan yang pada saat dimintai administrasi oleh petugas pajak lalai. Misalnya dokumen yang tidak lengkap hingga tidak menjawab surat yang diberikan.

"Ya ngamuk lah orang pajaknya. Ya mulai diperiksa. Pas diperiksa nggak siap. Tidak ada catatan keluarlah SKP, langsung keluar angkanya ngagetin," terangnya.

Padahal, lanjut Hariyadi, belum tentu WP tersebut tidak taat pajak. Hanya karena kelalaian administrasi bisa kena denda pajak.

"Jadi WP-nya ini perlu diedukasi, jangan langsung disikat. Itu repot karena banyak yang orang keuangan WP-nya nggak kompeten. Itu yang jadi masalah. Ya namanya juga orang dikejar setoran. Petugas ini nggak salah, yang konyol si WP," ucapnya.



Cari Target Baru

Pemerintah menyiapkan undang-undang 'sapu jagat' atau Omnibus Law. Dalam aturan itu juga mengatur tentang perpajakan.

Berbagai insentif pajak juga akan ada di dalamnya. Mulai dari menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan hingga menggabungkan seluruh insentif pajak yang sudah ada menjadi satu bagian.

Suryo Utomo mengakui, tentu dengan adanya penurunan tarif pajak maka potensi penerimaan pajak bisa berkurang. Oleh karena itu dirinya dituntut untuk memutar otak agar target pajak bisa tercapai.

"Dampaknya kalau turun tarif pasti penerimaan turun kan, sekarang kita mikir bagaimana kompensasinya, ya kita cari basis baru," ujarnya.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperluas basis pajak adalah dengan mengincar e-commerce. Pajak untuk transaksi digital sendiri payungnya sudah dibentuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

"Kemudian melakukan pembetulan sebelum melakukan pemeriksaan dengan besaran denda yang lebih rendah. Itu akn men-encourage basis baru. Tahun 2020 akan kami jalankan itu. Paling tidak kita mendudukkan bahwa yang bayar pajak harusnya lebih besar lagi," tuturnya.

Dalam omnibus law pemerintah akan menurunkan PPh Badan yang saat ini 25% menjadi 20% secara bertahap. Pada 2021 akan diturunkan menjadi 22% dan 20% pada 2023.

Perusahaan tercatat di pasar modal juga akan ditambahkan penurunan PPh sebesar 3% selama 5 tahun sejak IPO (Initial Public Offering/ Penawaran Saham Perdana). Pajak dividen juga akan dihapus dari sebelumnya dikenakan 25%, serta masih banyak lagi insentif perpajakan yang disiapkan.

Tahun depan target penerimaan pajak tetap bertumbuh meskipun hanya tumbuh 4,12% dari target 2019 atau sebesar Rp 1.642,57 triliun.




Simak Video "Video: Diisukan Jadi Dirjen Pajak, Bimo Wijayanto Temui Prabowo di Istana"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads