Mereka menilai aturan tersebut memberatkan pengusaha dan akan menimbulkan persaingan tidak sehat antar pedagang.
Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) dan Real Estate Indonesia (REI) menilai Peraturan Daerah (Perda) No. 2 Tahun 2018 tentang Perpasaran memberatkan dan tidak mungkin untuk dilaksanakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Umum APPBI Stefanus Ridwan mengungkapkan, jika biaya tersebut digratiskan, Pengelola Pusat Perbelanjaan tak mungkin menanggung biaya 20% untuk UMKM. Hal ini karena kondisi bisnis pusat belanja sedang tidak baik.
"Sehingga dengan diterapkannya Perda 2 tahun 2018 mengakibatkan Pusat Belanja akan merugi dan tutup," kata Stefanus dalam siaran pers, Rabu (11/12/2019).
Selanjutnya, menurut Stefanus Pusat Perbelanjaan saat ini telah menjalin kemitraan dengan UMKM. Saat ini, telah ada 42.828 tenant UMKM di 45 dari total 85 Pusat Perbelanjaan di Jakarta.
Adapun 762 kios UMKM juga sudah beroperasi di kantin-kantin karyawan mal. Selain itu, anggota- anggota APPBI di Jakarta juga rutin menggelar pameran UMKM. Setidaknya ada 1.712 kali pameran UMKM dalam setahun. Hal ini menunjukkan bahwa APPBI berpihak pada UMKM dan mendukung pengembangan industri UMKM.
"Jika Pengelola Pusat Belanja harus menyediakan 20% ruang usaha untuk UMKM lain secara gratis, maka UMKM yang sudah ada akan kalah bersaing. Karena mereka harus
membebankan biaya sewa kepada konsumen dalam bentuk harga produk yang lebih mahal," ujarnya.
Hal ini akan mendorong UMKM terlibat dalam persaingan yang tidak sehat. APPBI menilai, apabila aturan yang tercantum dalam Perda No. 2/2018 tersebut tetap dilaksanakan, maka hal itu berpotensi membuat semua Pusat Perbelanjaan tutup.
Tanpa adanya aturan tersebut pun, sejumlah Pengelola Pusat Belanja saat ini tengah berupaya mengatasi kondisi bisnis retail yang sedang lesu. Hal ini ditandai dengan menurunnya jumlah pengunjung Pusat Perbelanjaan.
Adapun, kontribusi Pusat Perbelanjaan dari sektor pajak juga terbilang signifikan. Mulai dari Pajak Restoran (PB) I sebesar 10%, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Reklame, Pajak/Retribusi Parkir, Pajak Penerangan Umum, hingga PPh 21 untuk seluruh pegawai/karyawan di Pusat Perbelanjaan yang jumlahnya sangat besar. Jika banyak Pusat Perbelanjaan yang akhirnya tutup karena penerapan Perda No. 2/2018, tentu kontribusi pajak akan berkurang.
Jadi sebaiknya harus bagaimana?
Ketua umum Hippindo Budijardjo Iduansjah menilai kewajiban para pengusaha Pusat Perbelanjaan untuk menyediakan ruang usaha bagi kalangan UMKM sebesar 20%, seperti yang tercantum dalam pasal 42 poin 4 Perda No. 2 Tahun 2018 harus tepat sasaran.
Menurut dia definisi UMKM sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4) perlu diperjelas dan produk yang ditawarkan harus sesuai dengan kelas/target konsumen dari Pusat Perbelanjaan.
"Misalnya tidak mungkin Pusat Perbelanjaan dengan target konsumen kelas atas diisi dengan UMKM yang menawarkan produk seperti yang dijajakan pedagang kaki lima," kata Budi dalam siaran pers, Rabu (11/12/2019).
Dia mengungkapkan jika memang ada UMKM yang menjual produk sesuai dengan kelas konsumen di Pusat Perbelanjaan tersebut Hippindo juga turut menolak jika ruang usaha sebesar 20% tersebut diberikan secara gratis.
"Hal tersebut akan menimbulkan persaingan tidak sehat bagi anggota UMKM HIPPINDO yang sudah menyewa ruang-ruang usaha di pusat-pusat perbelanjaan," jelas dia.
Menurut dia, pemberian 20% ruang usaha secara gratis juga akan berdampak pada kenaikan harga sewa.
Karena pusat perbelanjaan tidak mungkin untuk menanggung beban operasional dan servis dari 20% ruang usaha yang diberikan secara gratis tersebut, dan akan membebankan ke penyewa lainnya.
Perda No. 2 Tahun 2018 tentang Perpasaran diberlakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sejak 31 Mei 2018. Perda ini memuat sejumlah kewajiban bagi para Pengelola Pusat Belanja (Mall) untuk memberdayakan para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) melalui tiga pola kemitraan (Pasal 41 ayat 2), yakni: penyediaan lokasi usaha; peyediaan pasokan; dan/atau penyediaan fasilitasi. (kil/ang)