Kepala Komunikasi Korporat Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana mengatakan langkah tersebut sejauh ini cukup efektif dalam mengurangi konsumsi gas pabrik-pabrik pupuk milik anak perusahaannya.
"Jadi revitalisasi pabrik ini selain menambah kapasitas, bertujuan juga untuk mengganti pabrik-pabrik tua yang sudah boros konsumsi bahan bakarnya dengan pabrik baru yang jauh lebih efisien. Contohnya, ada pabrik yang sudah tua dengan rata-rata konsumsi gas mencapai 40 MMBTU, kami ganti dengan pabrik baru yang konsumsi gas nya hanya 26 MMBTU, itu sudah penghematan yang cukup signifikan," kata Wijaya, Jakarta, Kamis (12/12/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kini utility-nya kita ganti dengan batu bara, sementara gas kami maksimalkan sebagai bahan baku," ujar Wijaya.
Sebelumnya, pasokan gas menjadi ancaman bagi operasional pabrik pupuk.
Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Aas Asikin Idat dalam rapat dengar pendapat (RDP) di komisi VII DPR RI menjelaskan hal ini terjadi karena mayoritas kontrak gas pada entitas anak akan berakhir pada 2021-2022 dan belum mendapat kontrak selanjutnya.
"Industri pupuk itu memerlukan pasokan gas dalam jangka panjang. Ini 2-3 tahun, jadi kami harapkan bisa jangka panjang," kata dia di Komisi VII DPR RI, Jakarta, Kamis (5/12/2019).
(ara/fdl)