Tak lupa juga blok dagang antar 16 negara atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
"Semua perjanjian dagang luar negeri itu untuk meningkatkan ekspor, tujuannya ke sana. Ya kalau itu merugikan ya kita nggak tanda tangan" Menteri Perdagangan Agus Suparmanto |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"CEPA ini harus menguntungkan kita. Untung-ruginya apa, mereka ekspor apa ke kita, kita ekspor ke mereka apa. Harus ada balance dan ada strateginya, kalau nggak ada ya nggak akan kita ambil," kata Agus di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (12/12/2019).
Agus menegaskan, kesepakatan utama yang ditekankan pemerintah dalam menggarap perjanjian dagang adalah meningkatkan ekspor dan membuka akses pasar.
"CEPA itu kesepakatan awalnya untuk menguntungkan kita, untuk membuka pasar ekspor. Jadi semua perjanjian dagang luar negeri itu untuk meningkatkan ekspor, tujuannya ke sana. Ya kalau itu merugikan ya kita nggak tanda tangan," tegas Agus.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kemendag Iman Pambagyo mengatakan, perdagangan bebas di era saat ini memang tak ada batasnya. Menurut Iman, jika Indonesia menutup diri dari perjanjian dagang atau serangan impor justru akan tertinggal dalam persaingan global.
"Kita harus melihat pasar dunia dan pasar Indonesia itu nggak ada batasnya. Apalagi sudah bicara digital ekonomi. Intinya, kalau kita selalu melihat Indonesia itu seperti punya pintu untuk bertahan dari serangan impor, kalau konsepnya begitu Indonesia akan semakin tertinggal. Kita tak akan unggul dalam perdagangan global," terang Iman di kantornya, Jakarta, Selasa (22/10/2019).
Iman menuturkan, masyarakat Indonesia cenderung melihat kebijakan impor sebagai suatu kesalahan. Padahal, kata Iman, RI saja tergabung dalam negara-negara G20 dan diprediksi menjadi negara dengan ekonomi terbesar ketujuh pada tahun 2030. Iman mengartikan, rasa takut terhadap impor itu tak cocok dengan kondisi persaingan global saat ini.
"Kita cenderung melihat kita sebagai victim, seperti katak dalam tempurung. Padahal kita anggota G20, diprediksi 2030 menjadi ekonomi terbesar ketujuh, 2050 keempat. Tapi sikap kita tuh sikap orang ketakutan. Tapi perundingan ini kan nggak bisa menunggu, pasar itu akan diambil orang kalau kita nggak ambil sekarang. At least kita secure dulu, kalau kemudian ada tantangan itu pasti," papar dia.
(dna/dna)