Lantas, bagaimana nasib Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia di tengah blok dagang itu?
Menjawab hal tersebut, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kementerian Perdagangan (Kemendag), Iman Pambagyo mengatakan, sektor UMKM merupakan hal utama yang didorong negara-negara ASEAN dalam RCEP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, UMKM merupakan persoalan yang cukup sulit untuk disepakati dengan negara anggota RCEP. Iman mengatakan, sejumlah negara memiliki persepsi yang berbeda akan UMKM.
"Tapi di negara-negara ini pun ada perbedaan persepsi mengenai SME. Beberapa negara mengatakan bahwa SME itu bukan sektor, tapi operator. Dan buat mereka SME hari ini bisa muncul, minggu depan bisa hilang lagi. Jadi pendapatnya beda-beda," tutur Iman.
Selain itu, ketika negara anggota RCEP belum sepakat akan menggarap blok dagang ini, belum ada kejelasan mengenai akses pasar. Sehingga, sejumlah negara anggota seperti Australia, New Zealand, Jepang, dan sebagainya meminta agar pembicaraan mengenai pemberdayaan UMKM dihentikan terlebih dahulu.
"Chapter mengenai economic progression dan SME itu dua chaper yang sulit disepakati. Karena waktu itu belum ada kejelasan mengenai tingkat komitmen akses pasar. Jadi beberapa negara terutama Australia, New Zealand, Jepang, dan lain-lain itu menyatakan pada ASEAN untuk jangan bahas dulu SME dan economic cooperation. Karena kita tidak tahu apa yang kita hadapi in term of akses pasar," jelas Iman.
Namun, pada akhirnya sektor UMKM telah disepakati.
"Anyway, dua chapter sudah diselesaikan dan merupakan dua chapter pertama yang bisa diselesaikan dalam RCEP. Dalam konteks pemberdayaan UMKM dalam RCEP disepakati seluruh negara anggota RCEP akan menbdorong pemberdayaan UMKM melalui transparansi berbagai aturan, dan memfasilitasi bisnis yang dikembangkan oleh SME. Lagi-lagi dengan catatan SME di berbagai 16 negara itu beda-beda. Jadi ranahnya lebih ke negara masing-masing," terangnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional, Shinta Kamdani menuturkan, sebelum berpartisipasi dalam RCEP, UMKM Indonesia perlu meningkatkan keahlian dalam pengembangan produknya sendiri.
"Yang penting adalah masalah dari segi product development, packaging, maupun bisnis entrepreneurship dari SME kita sendiri, skill-nya perlu ditingkatkan. Jadi kalau kita lihat memang standar produknya, nggak usah SME, yang nggak SME saja sulit sekali masuknya. Jadi perlu perbaikan apalagi untuk SME. Jadi standar produk, sertification ini sangat menjadi kunci untuk SME kita," tutup Shinta.
(fdl/fdl)