"Kita berharap hasil varietas kita mampu bersaing dengan varietas di luar negeri," kata Syahrul Yasin Limpo di dalam acara Pekan Perlindungan Varietas Tanaman yang digelar di Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu, 18 Desember 2019.
Indonesia seharusnya mampu. Apalagi sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, serta memiliki lahan pertanian yang sangat luas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Cara Kementan Lindungi Temuan Bibit Unggul |
Mentan dalam kesempatan tersebut juga memberikan penghargaan kepada pakar yang selama ini dinilai sebagai penggagas sistem Perlindungan Varietas Tanaman di Indonesia, Prof Achmad Baihaki.
Sistem PVT telah diperjuangkan semata-mata untuk menghargai jerih payah dan inovasi para pemuliaan tanaman yang menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menghasilkan varietas unggul baru untuk negeri.
"Wajar pemerintah memberikan penghormatan, energi, dan menyemangati mereka untuk terus melakukan penelitian-penelitian dan kita berharap hasil varietas kita akan mampu bersaing dengan varietas yang ada," ungkap dia.
Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian, Erizal Jamal, menyebut saat ini Indonesia masih tertinggal dari Vietnam untuk jumlah hak PVT yang diterbitkan. Vietnam sudah mencapai 1.400an.
Indonesia saat ini jumlah pemulia ada sekitar 700 orang dan yang aktif melakukan kegiatan pemuliaan hanya sekitar 250. Idealnya untuk setiap 5.000 petani ada satu pemulia tanaman. Dengan jumlah petani kita sekitar 35 juta orang harusnya kita punya pemulia sekitar 7.000 orang.
"Ke depan kita berharap universitas yang mempunyai fakultas pertanian terus mengembangkan program studi pemuliaan, hal ini penting kami suarakan," ungkap Erizal.
Erizal menambahkan, Pekan PVT dengan tema Varietasku Untuk Negeri ingin memberikan gambaran visualisasi yang nyata bagaimana perjuangan dan pengorbanan yang harus ditempuh seorang pemulia dalam menghasilkan varietas tanaman yang unggul, berdaya saing dan bermanfaat bagi masyarakat. Gambaran itu dihadirkan melalui peluncuran Buku PVTPedia dan Buku Varietasku Untuk Negeri.
Saat ini pemulia atau perakit varietas masih dibebankan tarif yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Pertanian.
Dalam PP tersebut, permohonan untuk mendapatkan sertifikat PVT bahkan bisa mencapai Rp20 juta untuk biaya uji varietas atau pemeriksaan ke lapangan.
Setelah itu, pemilik paten yang sudah mengedarkan varietasnya secara komersial juga harus membayar iuran tahunan, yakni Rp1,5 juta per tahun per varietas untuk perorangan WNA dan perusahaan swasta; dan Rp750.000 untuk perguruan tinggi, perorangan dalam negeri dan lembaga penelitian pemerintah.
Menurut Erizal, pembebasan biaya paten atau perlindungan PVT ini untuk mendukung geliat industri benih dalam negeri. Apalagi, investasi untuk merakit satu varietas bisa menghabiskan dana miliaran rupiah.
"Untuk merakit satu varietas butuh waktu kurang lebih empat sampai tujuh tahun dengan investasi dana miliaran rupiah. Dari varietas yang dihasilkan, hanya sekitar 10 persen yang berhasil dan dikembangkan secara komersial di masyarakat," dia menjelaskan.
(dna/dna)