Untuk mencegah hal tersebut, Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah mengatakan, perlunya penegakan hukum.
"Paling efektif adalah penegakan aturan, law enforcement salah satunya mengeluarkan SKB (surat keputusan bersama) 11 menteri itu," katanya kepada detikcom, Minggu (22/12/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Memang, dalam SKB itu bukan berarti tanpa persoalan. Salah satunya mengenai 'like' di sosial media tentang konten berbau radikalisme.
"Hanya persoalan 11 item salah satu ASN agak kurang welcome, 'like' seolah bagian dari simpatisan. Kemudian laporan publik melaporkan audio visual, dan pelapornya anonim, itu momok ASN kita seolah negara represif," tambahnya.
Sejalan dengan itu, dia menuturkan, perlunya pemerintah mengedepankan dialog untuk mencegah PNS terpapar radikalisme.
"Solusi terefektif dialog, terutama radikalisme kebangsaan. Kalau keagamaan harus melibatkan tokoh-tokoh agama. Kalau kebangsaan, terkait dengan penegakan Pancasila salah satu program pemerintah Pak Jokowi sekarang," jelasnya.
Cara lain ialah pengetatan saat rekrutmen PNS. Sehingga, pengaruh radikalisme bisa diantisipasi dari awal.
"Misal dari seleksi administrasi, TKD di dalamnya tes karakteristik pribadi, jujur dan tidak jujur. Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), itu isinya memahami Pancasila itu kategori TWK. Setelah itu tes kompetensi bidang, profesional seseorang ada dimana, kalau ahli hukum terkait legal, teknik insinyur ya harusnya keteknikan. Dari sini radikalisme sudah bisa diminimalkan," ujarnya.
(das/das)