"Pemerintah itu justru terlepas dari kondisi global, pemerintah itu harusnya merespon dengan kebijakan yang bisa counter perlambatan, kalau sudah tahu mau melambat masa diam saja," kata Direktur Riset Core Indonesia, Piter Abdullah saat dihubungi detikcom, Jakarta, Senin (30/12/2019).
Piter menjelaskan pemerintah memiliki kebijakan yang bisa mengatasi dampak perlambatan ekonomi dunia kepada tanah air. Apalagi, pemerintah memiliki banyak informasi mengenai kejadian-kejadian yang bisa mempengaruhi perekonomian nasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Piter, pemerintah juga bisa meniru negara seperti Vietnam dan Filipina bisa tetap tumbuh tinggi karena mampu menerapkan kebijakan secara tepat disaat ekonomi dunia mengalami perlambatan.
"Saya sangat meyakini perekonomian kita masih bisa tumbuh tinggi, asal kebijakannya benar. Yang sekarang ini di tengah perlambatan ekonomi dunia, kebijakan kita tidak tepat," ungkap dia.
Dapat diketahui, pemerintah sendiri mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi hingga akhir 2019 tidak akan mencapai target. detikcom sudah merangkum pemberitaan tentang realisasi APBN 2019. Berikut rangkuman beritanya.
Sementara itu, Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Fajar B. Hirawan menilai pemerintah sudah mengetahui perlambatan ekonomi dunia yang berdampak pada Indonesia termasuk penerimaan.
"Sebenarnya sejak pertengahan tahun 2019, sudah ada tanda-tanda perlambatan terkait realisasi penerimaan negara," kata Fajar kepada detikcom.
Realisasi belanja negara sendiri sudah mencapai Rp 2.046,0 triliun atau 83,1% dari target Rp 2.461,1 triliun. Sehingga realisasi belanja lebih cepat dibandingkan penerimaannya.
"Jadi, saya sinyalir terjadi adanya aksi "leyeh-leyeh" dari para pejabat publik di masa transisi dari masa Jokowi periode pertama ke periode kedua (medio Mei 2019-Oktober 2019)," kata Fajar.
Asumsi makro APBN 2019 per November 2019 banyak yang tidak capai target. Hanya tingkat inflasi yang sejalan dengan asumsi dasar ekonomi makro. Berikut datanya:
- Pertumbuhan ekonomi: 5,3% vs 5,02% (Per Triwulan III)
- Inflasi : 3,5% vs 3,0%
- Nilai tukar rupiah (Rp/US$) : 15.000 vs 14.152
- SPN 3 Bulan: 5,3% vs 5,62%
- Harga minyak mentah: US$ 70 vs US$ 61,9
- Lifting minyak: 775.000 vs 742.000
- Lifting gas: 1.250.000 vs 1.049.000
(hek/hns)