Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pun menegaskan investasi dari Uni Emirat Arab tersebut adalah bukti Indonesia tak melulu bergantung kepada China.
Pernyataan ini disampaikan Luhut karena menurutnya pemerintah kerap dituding terlalu pro China.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, untuk apa Indonesia menyerap dana investasi tersebut dari UEA?
Investasi itu akan diterima Indonesia dalam pertemuan Presiden RI Joko Widodo dengan Pangeran Mohammed bin Zayed bin Sultan Al Nahyan di Abu Dhabi per 13 Januari 2020 mendatang.
"Nilainya (investasi) yang mau ditandatangani Presiden Joko Widodo itu sebesar US$20 miliar," ujar Luhut ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (6/1/2020).
Memorandum of Understanding (MoU) yang akan ditandatangani antara lain mencakup kerja sama di bidang energi, kesehatan, argikultur, pendidikan, infrastruktur, dan manufaktur.
"Sudah mencakup semua itu, terutama ada 4 petrokimia," sambungnya.
Baca juga: AS Mau Bawa Investasi Miliaran Dolar ke RI |
Kerja sama di bidang petrokimia dan petroleum yang telah disepakati adalah kesepakatan antara Pertamina dan Adnoc untuk pengembangan kilang di Balongan.
Kemudian, kerjasama antara Masdar dan PLN untuk kesepakatan pembangunan panel tenaga surya terapung 145 GW (PLTS Cirata) serta kerjasama Pertamina dan Mubadala untuk pengembangan kilang di Balikpapan dan kerjasama antara EGA dan Inalum untuk pengembangan smelter dan hydropower berbasis 500.000 ton per tahun aluminium smelter di Kalimantan Utara dan antara Chandra Asri dan Adnoc dengan kontrak jangka panjang.
Luhut minta masyarakat jangan tuduh pemerintah pro China.