Eropa Cekal Sawit RI, Jokowi: Ngapain Harus Ekspor ke Sana?

Eropa Cekal Sawit RI, Jokowi: Ngapain Harus Ekspor ke Sana?

Hendra Kusuma - detikFinance
Kamis, 09 Jan 2020 14:10 WIB
Foto: Andhika Prasetya/detikcom
Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan sikapnya terhadap diskriminasi sawit Indonesia oleh Eropa. Alih-alih membantah tudingan Eropa, Jokowi tegas mengatakan bahwa sawit Indonesia bisa berdiri di atas kaki sendiri meski terus-terusan dicekal.

"Uni Eropa mau banned (larang) sawit kita, ya kita tenang-tenang saja. Kita pakai sendiri saja, ngapain sih harus ekspor ke sana," tegas Jokowi saat saat membuka rapat kerja kepala perwakilan Republik Indonesia Kementerian Luar Negeri di Istana Negara, Jakarta, Kamis (9/1/2020).

Jokowi bilang bahwa CPO dan produk turunannya bisa dimanfaatkan oleh dalam negeri usai adanya program mandatori biodiesel sebagai bahan campuran BBM jenis solar. Saat ini Indonesia sudah menerapkan program B30 per akhir Desember 2019.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Implementasi program mandatori ini akan meningkat menjadi B40 di 2020 dan menjadi B50 di 2021. Jokowi bilang, pemanfaatan CPO sebagai bahan bakar nabati sebagai upaya tanah air tidak bergantung dengan negara lain.

"Kalau kita bisa memproduksi yang namanya B50 posisi tawar kita terhadap semua negara akan bisa naik," jelasnya.


Diskriminasi terhadap kelapa sawit oleh Uni Eropa (UE) tak kunjung usai. Kelapa sawit Indonesia terus-menerus ditekan. Terutama ketika Komisi Eropa menyusun berkas Delegation Regulation of ILUC (indirect land use change)-RED II (Renewable Energy Directive) pada 8 Februari 2019 lalu.

Kebijakan tersebut kemudian diterbitkan secara formal pada 13 Maret 2019. Lalu, pada 10 Juni 2019, Uni Eropa resmi mengukuhkan kebijakan tersebut (Delegated Act).

Atas kebijakan tersebut, kelapa sawit dicoret dalam program energi hijau di negara-negara UE. Sehingga, biodiesel berbasis kelapa sawit sudah tidak diperbolehkan di UE pada tahun 2030. Pasalnya, RED II menempatkan kelapa sawit sebagai komoditas berisiko tinggi terhadap perusakan hutan (deforestasi)/(ILUC). ILUC sendiri dinilai cacat ilmiah.

Belum lagi tudingan Uni Eropa terhadap pemerintah Indonesia. Uni Eropa menuding pemerintah memberikan subsidi yang terlalu besar terhadap pengusaha kelapa sawit. Sehingga, ketika kelapa sawit Indonesia diekspor ke Eropa, harganya sangatlah murah.

Keputusan finalnya, Uni Eropa mengenakan tarif ekspor atau bea masuk terhadap 4 perusahaan biodiesel Indonesia sebesar 8-18%. Rencana menggugat Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) pun sudah disiapkan sejak penerbitan ILUC-RED II tersebut. Hingga akhirnya, pada 9 Desember 2019, pemerintah Indonesia resmi menggugat Uni Eropa di WTO melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss.




(hek/eds)

Hide Ads