Kemenkeu Dorong Pemda Tak Hanya Andalkan Pembiayaan dari APBD

Kemenkeu Dorong Pemda Tak Hanya Andalkan Pembiayaan dari APBD

Vadhia Lidyana - detikFinance
Rabu, 15 Jan 2020 18:31 WIB
Foto: Sylke Febrina Laucereno.
Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) untuk kreatif mencari pembiayaan untuk melakukan pembangunan di daerah selain memanfaatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Astera Primanto Bhakti mengatakan, ada tiga skema pembiayaan lain yang bisa dimanfaatkan pemda, yaitu Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), pinjaman, dan obligasi.

"Sampai saat ini kita terus mendorong yang namanya creative financing. Sebenarnya yang paling kita dorong bukan obligasi daerah tapi KPBU . Jadi kalau ada proyek-proyek yang sifatnya sangat substansial di daerah, misalnya infrastruktur, kita dorong KPBU," kata pria yang kerap disapa Prima di kantornya, Jakarta, Rabu (14/1/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


KPBU sendiri merupakan skema yang diutamakan Kemenkeu ketika Pemda mengajukan skema pembiayaan selain APBD. Sedangkan, dua skema lainnya masih perlu dikaji. Misalnya pinjaman, Kemenkeu akan mengecek besaran pinjaman apakah akan memberikan defisit terhadap APBD-nya.

"Pada saat daerah ingin melakukan pinjaman, daerah biasanya akan cek (izin) ke kita. Karena pasti ada dampak ke defisitnya. Boleh nggak minjam kalau sudah melampaui defisitnya. Itu biasanya minta ke kita, kita meneliti. Kalau misalnya dia masih di bawah batas dan secara nasional aman ya akan kita berikan. Dan kita juga akan meminta rekomendasi dari Kemendagri. Sehingga ada due diligence dalam mengizinkan pinjaman," jelas Prima.

Sedangkan, untuk penerbitan obligasi masih perlu pemahaman serius dari Pemda, DPRD, dan juga instansi lain yang akan terlibat dalam pengelolaannya.

"Permasalahannya adalah literasi. Pemahaman terhadap obligasi daerah seperti apa. Pemahaman ini harus dimiliki baik oleh Pemda, DPRD, dan para stakeholder-nya. Karena dengan dia menerbitkan itu maka dia harus siap ditanya-tanya. Misalnya Pak Luky (Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko). Pak Luky mau jualan bond harus tahu posisinya bagaimana dan lain-lain. Mungkin ini yang membuat kesiapan daerah belum maksimal," terang Prima.

"Bukan berarti nggak bisa tapi butuh tahapan karena mereka belum terbiasa. Jadi kita dorong untuk mereka lebih siap, baik sosialisasi dan rapat-rapat koordinasi," sambung dia.


Kemenkeu sendiri akan mengizinkan penerbitan obligasi pada daerah yang sudah betul-betul siap. Pemda tersebut harus memaksimalkan transparansi keuangan daerah sampai dengan keterbukaan informasi.

"Biasanya dilakukan kepada atau oleh daerah yang betul-betul siap karena sama dengan obligasi nasional dan korporasi. Level transparansinya harus tinggi. Mereka juga harus melakukan public expose, kalau butuh roadshow pun juga harus," imbuh dia.

Perlu diketahui, saat ini provinsi yang sudah mengajukan obligasi daerah yakni Jawa Tengah (Jateng), DKI Jakarta, Jawa Barat (Jabar), dan kota Bogor. Menurut Prima, sejauh ini daerah di Indonesia yang kesiapannya lebih matang adalah Jateng. Sebab, daerah tersebut sudah mengajukan penerbitan obligasi sejak awal tahun 2019.

"Yang paling siap adalah Jateng karena sudah dari 2019 awal. Setelah itu baru yang lainnya ikut. Bogor itu fast track dari segi percepatan-percepatan. Baru DKI dan Jabar," urainya.


Akan tetapi, Kemenkeu sendiri masih belum mengabulkan permintaan obligasi dari Jateng sendiri.

"Daerah paling depan yakni Jateng tapi belum goal. Ini masih terkait dengan pemahaman dari obligasi daerah, baik Pemda atau pun DPRD. Selain Jateng ada juga DKI Jakarta, Jabar dan Kota Bogor. Daerah ini kita tinggal lihat kesiapannya. Ini bukan pekerjaan mudah karena effort-nya luar biasa," pungkasnya.


(dna/dna)

Hide Ads