Pengusaha Girang Barang Impor Rp 45.000 Kena Pajak
Menurut Hariyadi, dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK 199/PMK.04/2019 mulai 30 Januari 2020, akan ada keadilan yang tercipta bagi pelaku usaha dalam negeri khususnya UMKM. Pasalnya, dalam PMK tersebut, pedagang yang mengimpor barang jualannya seharga US$ 3 atau sekitar Rp 45.000 wajib dikenakan bea masuk dan pajak sebesar 17,5% .
"Jadi kalau rekan-rekan merasa harga barang impor murah banget ini yang tidak fair kompetisi untuk harga jualnya. Oleh karena itu kami mendukung penuh penerapan dari PMK 199 tahun 2019," jelas Hariyadi.
Tak hanya Apindo, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) juga mendukung penuh penerapan PMK nomor 199 tahun 2019 itu. Pasalnya, produk tekstil atau garmen yang biasa diimpor dengan bentuk pakaian jadi itu tak ada batasan. Sejauh ini, pemerintah hanya mengatur impor terhadap benang dan serat dalam PMK nomor 161 tahun 2019.
"Pakaian jadi sampai sekarang belum ada perlindungan, tidak ada safe guard-nya, tidak ada persetujuan impor, tidak ada. Serat benang, kain ada, pakaian jadi tidak ada," kata Sekretaris Eksekutif API Emovian G. Ismy.
Meski tak ada pembatasan khusus untuk pakaian jadi, Ismy berharap dengan diterapkannya PMK 199 tahun 2019 yang menurunkan batasan pembebasan bea masuk terhadap barang impor itu dapat menekan angka impor pakaian jadi.
Ia menceritakan, maraknya barang impor ini yang menyebabkan para pedagang produk tekstil di di Soreang, dan Tasikmalaya semakin punah. Lapaknya itu terancam mati karena digerus produk tekstil impor, terutama hijab atau kerudung.
"Ibu-ibu yang pakai gamis itu hijabnya 3 atau 4, itu sudah pasti. Nah sekarang itu mereka belinya impor, ini yang akhirnya mati mereka teman-teman di Soreang dan Tasikmalaya," terang Ismy.