Pemerintah lewat Kementerian Keuangan pada akhirnya menerbitkan jurus mengejar pajak perusahaan berbasis digital yang selama ini meraup keuntungan di Indonesia. Seperti Google, Netflix, Spotify, Facebook, Twitter, dan lainnya.
Amunisi tersebut tertuang dalam RUU ketentuan dan fasilitas perpajakan untuk penguatan perekonomian. RUU ketentuan dan fasilitas perpajakan untuk penguatan perekonomian sendiri sudah dibahas pada Desember 2019. Rencananya aturan ini akan masuk dalam UU omnibus law perpajakan yang akan diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, cara tersebut tertuang dalam rancangan undang-undang (RUU) tentang ketentuan dan fasilitas perpajakan untuk penguatan perekonomian.
"Walau mereka tak punya kantor cabang di Indonesia tapi kewajiban pajak tetap ada. Karena mereka ada Significant Economic Presents," kata Sri Mulyani di kantor Presiden, Jakarta, Selasa (3/9/2019).
Sri Mulyani bilang, ketentuan pengenaan pajak Google cs ini sudah dibahas dalam pertemuan G20. Awalnya, pengenaan pajak harus menghadirkan fisik perusahaan di negara yang ingin mengenakan pajak, seperti Indonesia. Dengan RUU ini, kata Sri Mulyani, pemerintah tidak lagi mewajibkan fisik kantor perusahaan berbasis digital internasional di Indonesia.
Terdapat sembilan poin penting dalam RUU ini, salah satunya yang untuk mengejar pajak Netflix Cs. Berikut bunyi aturannya RUU ini tidak mengatur soal badan usaha tetap (BUT) bagi perusahaan berbasis digital internasional seperti Amazon dan Google agar tidak harus hadir perusahaan cabangnya di Indonesia, namun pemerintah tetap mewajibkan pengenaan pajaknya. Tujuannya, supaya ada level playing field terhadap kegiatan digital terutama perusahaan besar yang selama ini beroperasi across border. Tarifnya akan ditetapkan dalam PPh dan PPN dalam RUU ini.
(hek/hns)