Menengok Sulitnya Kehidupan Driver Ojol

Menengok Sulitnya Kehidupan Driver Ojol

Anisa Indraini - detikFinance
Minggu, 02 Feb 2020 18:30 WIB
Trotoar harusnya steril dari kendaraan bermotor. Namun, trotoar di seberang Halte Busway Masjid Agung Al-Azhar ini justru dijadikan sebagai pangkalan ojek online.
Foto: Rengga Sancaya
Jakarta -

Belum lama ini sekitar lima ribu driver ojek online (ojol) melakukan aksi di depan Kantor Kementerian Perhubungan dan Istana Negara. Salah satu yang menjadi tuntutannya adalah agar ojol jadi angkutan umum.

Ketua Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Igun Wicaksono ingin pemerintah mendorong agar DPR melegalkan ojol menjadi angkutan umum dalam undang-undang (UU).

"Kita mau minta legalitas payung hukum bagi ojek online. Revisi UU 22, pemerintah mendorong legislatif untuk melegalkan ojek online jadi angkutan umum," sebut Igun kepada detikcom, Rabu (15/1/2020).

Selama ini driver ojol mengeluhkan soal pengaturan kemitraan ojol. Driver meminta agar pemerintah dapat melindungi status mitra para driver. Pihaknya menegaskan bahwa mereka adalah pekerja, bukan cuma pembantu aplikator.

"Jangan mau kita dipecah belah aplikator. Kita mau mempertegas aturan kita sebagai mitra. Jangan mau kita diperas aplikator. Kita bukan jongos, kita pekerja," ungkap Ketua Umum Gaspool Lampung Miftahul Huda kepada detikcom.

Menurut Miftahul, selama ini aplikator selalu semena-mena dengan driver yang cuma jadi mitra. Salah satu bentuk kesewenangan aplikator adalah asal suspend kepada driver.

"Sampai saat ini belum ada aturan kemitraan makanya aplikator semena mena aja bikin aturan. Driver itu rawan di-suspend alasannya sistem sistem aja. Padahal kan suspend bikin pendapatan driver terputus," kata Miftahul.

detikcom pun melakukan reportase untuk mengetahui seperti apa kehidupan para driver ojol sebenarnya, hingga aturan-aturan apa saja yang dinilai merugikan pihaknya.

detikcom bertemu Maryanto (54), salah seorang pengemudi Gojek yang sudah berkecimpung sejak 2015. Mulai jadi driver ojol, Maryanto menjadikan pekerjaan ini sebagai pekerjaan pokok, bukan sampingan. Penghasilannya dirasa sudah cukup karena bisa mengantongi Rp 500 ribu/hari atau Rp 10 juta/bulan dengan keuntungan bersih.

"Kalau benar-benar gila nariknya bisa nggak pulang sampai tengah malam itu Rp 500 ribu (per hari). Dipukul rata saja sehari Rp 300 bersih. Dipotong buat bensin, makan, minum, anggaplah sehari Rp 300 bersih. Sebulan tuh Rp 9-10 juta dapat," kata Maryanto saat ditemui di daerah Jakarta Pusat, Selasa (28/1/2020).

Namun sayang, cerita itu tinggal kenangan. Buka halaman berikutnya untuk tahu cerita lengkap kehidupan driver ojol.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai driver ojol 'senior', Maryanto tahu betul bagaimana perbedaan menjadi driver ojol yang dulu dan sekarang. Saat ini, masa kejayaannya sebagai driver ojol sudah hilang.

Bagaimana tidak, penghasilannya mengalami penurunan secara drastis. Saat ini ia hanya bisa dapat uang Rp 150 ribu/hari atau sekitar Rp 4,5 - 5 juta/bulan. Itupun ia dapat dengan susah payah, harus siap 1 x 24 jam di pinggir jalan.

"Dulu awal-awal (2015) sampai 2018 sebulan tuh Rp 9-10 juta bisa dapat. Sekarang paling Rp 4,5 - 5 juta itu juga kotor. Sehari Rp 150 ribu, bersihnya Rp 100 ribu. Kalau dulu pagi keluar, jam 12.00 WIB kita bisa pulang istirahat. Nanti abis ashar kita baru keluar lagi sampai jam 23.00 WIB. Kalau sekarang mah mesti nongkrong dipinggir jalan," ucapnya.

Penyebab turun penghasilannya berbagai macam, mulai dari jumlah driver yang terus bertambah, sampai masalah sistem seperti errornya aplikasi. Maryanto cerita, jika aplikasi error hanya bisa menarik 3-4 penumpang/hari. Dari penghasilan itu, tentu habis untuk keperluan pribadinya.

"Posisi driver sekarang makin banyak. Terus juga nggak bisa diprediksi (penghasilan) karena kalau aplikasi lagi error sehari bisa cuma 3-4 orderan (per hari) habis buat bensin sama rokok doang," bebernya.

Berbagai kejadian tidak mengenakkan pun telah dirasakannya. Setidaknya Maryanto pernah HP-nya jatuh saat sedang bekerja dan terlindas truk tanah. Tidak hanya itu, HP-nya juga pernah jatuh ke kali.

"Kalau HP jatuh dilindas truk tanah sekali, jatuh ke kali sekali," tuturnya.

Tidak ada perhatian dari aplikator atas kejadian itu. Maryanto mau tidak mau harus membeli HP sendiri dengan cara dicicil melalui Home Credit. Dia bilang, banyak driver ojol yang disetujui untuk kredit di lembaga finansial tersebut.

"Diganti (HP-nya) sama home credit. Datang ke WTC (pusat perbelanjaan), foto copy KTP. Kita ngajuin sendiri, kalau dari aplikator mah nggak ada (diganti)," jelasnya.

Jangankan untuk mengganti HP, kata Maryanto, jaminan asuransi kesehatan yang disediakan aplikator pun belum tentu bisa digunakan dan tidak semua driver mendapat jaminan asuransi tersebut.

"Kalau asuransi ada tapi nggak semua (driver) dapat karena kalau mau dapat asuransi, driver harus ngurus sendiri ke kantor (operasional Gojek). Yang sudah dapat pun belum tentu bisa dicover kayak kemarin ada kecelakaan di lapangan itu nggak ada cover-coveran, untung ada KIS (Kartu Indonesia Sehat)," ungkapnya.

Karena alasan-alasan itulah ia mengaku tak bisa nabung dari penghasilannya sebagai driver ojol saat ini. Maryanto menjelaskan, rata-rata driver ojol berstatus sebagai kepala keluarga dan memiliki anak dengan kondisi rumah yang masih ngontrak, termasuk dirinya.

"Sekarang ngontrak itu paling murah Rp 500-700 ribu/bulan, belum biaya lain-lainnya. Kalau masih punya anak sekolah, jajan anak sekolah. Saya ngontrak sebulan Rp 1 juta, belum listrik, belum air," bebernya.

Lantas, apakah hanya Maryanto yang tak bisa nabung dari penghasilan sebagai driver ojol?

detikcom berkenalan dengan Dadang (40), pengemudi Grab sejak 2016. Sebelumnya ia bekerja di sebuah pabrik makanan. Penghasilannya sebagai driver ojol tentu lebih tinggi dibanding saat dirinya bekerja di pabrik, tapi itu 'dulu'.

"Saya dari 2016 bulan Maret (jadi driver ojol). Dulu saya di pabrik. Kalau pabrik kan UMR sekitar Rp 4 jutaan lah," tuturnya.

Kata Dadang, jadi driver ojol sekarang ini untuk mengantongi Rp 150 ribu/hari saja sulit didapat. Padahal dulu ia bisa mendapatkan Rp 500 ribu/hari.

"Beda jauh (penghasilan). Dulu sehari bisa Rp 400 - 500, sebulan kita bisa pegang Rp 6-7 juta (bersih). Kalau sekarang sehari nyari Rp 150 aja susah. Kadang dapat, kadang lebih, kadang kurang, nggak tentu," kata Dadang.

Penghasilannya jadi driver ojol yang semakin menurun membuatnya tak bisa menyisihkan uangnya untuk ditabung. Penghasilan Rp 150 ribu/hari habis untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, terlebih untuk kedua anaknya yang masih duduk dibangku sekolah.

"Bisa disisihin cuma nanti habis-habis lagi. Nggak bisa dibilang nabung jadinya. Sejak 2019 kesini susah nabung. Anak saya 2. Satu SMP, satu lagi kelas 2 SD," terangnya.

Belum lagi beberapa aturan baru dari aplikator yang dinilai merugikan driver. Dadang mengatakan, sudah tidak ada lagi subsidi tarif yang diberikan aplikator ke driver. Padahal dengan subsidi tarif itu driver bisa mendapat penghasilan dari aplikator, selain dari penumpang.

"Awal-awal itu kalau di Grab pakai tarif minimal. Misalnya dari Kebon Sirih ke Stasiun Tanah Abang kalau jam sibuk misalnya dari jam 06.00-09.00 WIB itu tarif minimumnya Rp 25 ribu. Dari situ penumpang hanya bayar Rp 10-15 ribu misalkan, nah sisanya ditanggung pihak Grab untuk driver. (Sekarang) enggak karena itu kan strategi pasar juga. Jadi disebutnya subsidi. Dulu kan driver juga masih sedikit," ucapnya.

Ditambah aturan yang mewajibkan penghasilan driver dipotong 20% oleh aplikator setiap satu kali perjalanan. Proses pemotongannya berlangsung begitu saja.

"Iya (dipotong) 20% setiap orderan. Misalnya penumpang bayarnya OVO itu dari saldo penumpang yang dipotong. Misalnya tarifnya Rp 20 ribu, jadi nanti kita terima cuma Rp 16 ribu. Tapi kalau cash, saldo OVO kita itu dipotong, diambil 20%," bebernya.

Ditambah lagi aturan Grab yang menetapkan potongan pajak 6% bagi driver yang dapat bonus Rp 4,5 juta/bulan. Meski begitu, Dadang mengaku belum kena aturan ini lantaran dapat bonus hanya sekitar Rp 3 juta/bulan.

"Kalau yang pajak setiap bulan. Saya sendiri belum kena pajak karena pajak itu cuma yang dapat bonus saja di atas Rp 4,5 juta/bulan. Saya dapat bonus paling dikisaran Rp 75-100 ribu (per hari) paling," terangnya.

Lantas, apa kata pengamat melihat fenomena ini? Buka halaman selanjutnya.


Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, pemerintah harus memperbaiki sistem pendidikan agar Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia bisa meningkat.

"Yang harus dilakukan bagaimana memperbaiki sistem pendidikan kita, bagaimana kita meningkatkan akses masyarakat kita terhadap pendidikan, bagaimana kita mengefektifkan semua program-program pemerintah yang tujuannya meningkatkan kualitas SDM. Itu yang harus ditingkatkan," kata Piter kepada detikcom, Jumat (31/1/2020).

Menurutnya, sudah jadi tugas pemerintah untuk melaksanakan hal tersebut. Lantaran seperti anggaran hingga program untuk mencapai itu juga telah disediakan.

"Pemerintah berkewajiban meningkatkan kualitas SDM kita dan itu sudah ada programnya, sudah ada anggarannya," ujarnya.

Pemerintah juga diminta agar menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya di sektor industri. Hal ini agar bisa menyerap kualitas SDM yang lebih berkualitas. Dikatakan Piter, banyak yang memilih jadi driver ojol karena tidak ada pilihan lain.

"Karena yang jadi ojol pun ada orang dengan kualitas pendidikan yang cukup tinggi sebenarnya. Tapi mereka tidak terserap karena tidak cukup permintaan untuk mereka. Ini yang harus diusahakan pemerintah dengan mendorong pertumbuhan industri agar penyerapan tenaga kerja di sektor industri tinggi," harapnya.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menambahkan, seharusnya aplikator memberikan kepastian jenjang karir pada drivernya. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memberikan pelatihan terkait ilmu IT, agar para driver memiliki kemampuan tidak selamanya jadi driver.

"Driver ojol (harus) diajari soal coding atau ilmu IT sehingga punya jenjang karir yang berprestasi, bisa direkrut menjadi pegawai tetap di bagian kantornya," terangnya.



Simak Video "Video: CELIOS Dukung Rencana Driver Ojol Jadi Bagian UMKM, Alasannya?"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads