Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 hanya mampu mencapai 5,02%. BPS menyebut penyebab merosotnya pertumbuhan ekonomi RI itu terjadi karena kinerja sektor manufaktur setiap tahunnya turun tajam.
Kontribusi sektor manufaktur dalam Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat yang paling besar dibandingkan sektor lainnya yakni sebesar 19,7%. Akan tetapi pertumbuhannya selama 2019 hanya di angka 3,80%. Capaian itu turun dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat masih tumbuh 4,27%.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengakui perlambatan kinerja industri manufaktur tersebut. Meski demikian, ia tetap optimis, tahun ini kinerja industri manufaktur akan membaik bahkan mampu mencapai pertumbuhan hingga 5,3%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya kira kami tidak akan merubah target dari industri manufaktur pada tahun 2020 yaitu menjadi 5,3%" ujar Agus ditemui di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (5/2/2020).
Untuk mencapai target tersebut, menurut Agus, pihaknya sudah merancang strategi pertumbuhan sektor industri dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Dalam rancangan teknokratik RPJMN 2020-2024 itu, terdapat tujuh agenda pembangunan, yakni ketahanan ekonomi, mengurangi kesenjangan antarwilayah, kualitas SDM, revolusi mental, memperkuat infrastruktur serta pelayanan dasar, lingkungan hidup, dan terakhir memperkuat stabilitas politik, hukum, pertahanan, dan keamanan.
Menurutnya, pemerintah bakal fokus menyelesaikan satu per satu agenda tersebut demi mencapai target yang sudah ditetapkan. "Kita kan sudah mengidentifikasikan ada 7 agenda strategis, kalau itu kita bisa address satu per satu saya kira tentu bisa tercapai," tambahnya.
Akan tetapi, dalam waktu dekat ini, pihaknya akan lebih dulu fokus untuk menekan harga bahan baku gas industri menjadi US$ 6/MMBTU. Ia menilai penurunan harga gas itu bisa membuat daya saing industri jadi terdorong.
Ia menyebut, pembahasan mengenai penurunan harga gas industri ini telah dilakukan dalam beberapa rapat terbatas (ratas) dengan Presiden Jokowi. Bahkan, dalam dua ratas yang dilakukan, Presiden Jokowi telah mengambil keputusan untuk menerapkan harga gas industri US$ 6/ MMBTU pada April 2020 mendatang.
"Bapak presiden memutuskan ingin harga gas paling lambat bulan April itu sudah terimplementasikan harganya," imbuhnya.
Pasalnya, sebagian besar industri manufaktur dalam negeri membutuhkan gas sebagai bahan baku. Oleh karena itu, harga gas industri harus ditekan agar menurunkan cost of production sehingga terjadi peningkatan daya saing.
"Jadi saya kira sangat optimis karena mendapatkan respon yang baik dari stakeholder lainnya," pungkasnya.
(fdl/fdl)