Dilema Virus Corona, Pilih Harta atau Nyawa?

Dilema Virus Corona, Pilih Harta atau Nyawa?

Tim detikcom - detikFinance
Selasa, 11 Feb 2020 11:48 WIB
Sejumlah negera telah mengevakuasi warganya dari China terkait mewabahnya virus corona. Mereka dievakuasi menggunakan pesawat terbang.
Ilustrasi Foto: Ap Photo

Turis China Banyak Kunjungi Indonesia

Waspada memang perlu, malah harus. Namun menutup penerbangan dari China bisa berdampak signifikan terhadap perekonomian nasional.

Pasalnya, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) asal China yang datang ke Indonesia lumayan banyak. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kunjungan wisman China pada 2019 adalah 2,07 juta kunjungan. China menempati peringkat kedua, hanya kalah dari Malaysia.

Indonesia memang merupakan salah satu destinasi favorit turis asal Negeri Tirai Bambu. Mengutip Statista, Indonesia masuk ke 10 besar tujuan wisata pilihan para wisatawan China. Bahkan Indonesia lebih populer ketimbang Prancis.

Mengutip Passenger Exit Survey (PES) 2016, rata-rata pengeluaran wisman yang masuk melalui pintu utama di Indonesia adalah US$ 1.201,04/kunjungan. Dengan asumsi jumlah kunjungan wisman asal China tahun ini sama seperti 2019, kalau penutupan rute penerbangan dari China berlangsung sampai setahun, maka Indonesia akan kehilangan devisa US$ 2,49 miliar (Rp 34,18 trilun dengan kurs saat ini) dari para wisman China. Jumlah yang signifikan.

Devisa Pariwisata Bisa Kurangi Defisit Transaksi Berjalan

Di Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), devisa dari wisman masuk ke transaksi berjalan alias current account tepatnya di neraca jasa. Sepanjang 2019, defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) tercatat US$ 30,41 miliar di mana neraca jasa menyumbang defisit US$ 7,78 miliar.

Menariknya, sebenarnya pariwisata punya potensi untuk mengurangi defisit transaksi berjalan dan neraca jasa. Sebab pada 2019, neraca perjalanan membukukan surplus US$ 5,59 miliar.

"Defisit neraca jasa yang lebih dalam tertahan oleh meningkatnya penerimaan jasa perjalanan seiring dengan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia yang meningkat dari 15,89 juta pada 2018 menjadi 16,16 juta pada 2019," sebut laporan NPI kuartal IV-2019 keluaran Bank Indonesia (BI).

Transaksi berjalan punya peran penting untuk menyokong nilai tukar rupiah. Sebab transaksi berjalan menggambarkan pasokan devisa yang lebih berdimensi jangka panjang (sustainable) ketimbang arus modal portofolio di sektor keuangan yang bisa keluar-masuk dengan relatif mudah.


Oleh karena itu, investor kerap menyoroti kinerja transaksi berjalan untuk mengukur kekuatan rupiah. Kala transaksi berjalan mengalami defisit yang dalam seperti pada 2018, rupiah pun melemah nyaris 6%.

Dengan penutupan rute penerbangan dari China, Indonesia akan kehilangan peluang untuk memperbaiki posisi transaksi berjalan. Fundamental penopang kekuatan rupiah menjadi lebih rapuh sehingga mata uang Tanah Air berisiko melemah.

Akan tetapi, bagaimana pun nyawa adalah sesuatu yang tidak bisa dihargai dengan angka. Walau ekonomi Indonesia bisa merugi puluhan triliun rupiah, tetapi demi menyelamatkan nyawa warga negara sepertinya kebijakan apa saja akan bisa diterima.


(dna/dna)

Hide Ads