Menkumham Beberkan Alasan Kebut Omnibus Law

Menkumham Beberkan Alasan Kebut Omnibus Law

Vadhia Lidyana - detikFinance
Kamis, 20 Feb 2020 18:58 WIB
Menkum HAM Yasonna Laoly
Foto: Rengga Sancaya/detikcom
Jakarta -

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly membeberkan alasan pemerintah mengebut Omnibus Law demi mengimplementasikan reformasi birokrasi.

Yasonna mengatakan, dalam merapikan Undang-undang (UU) di Indonesia yang jumlahnya terlalu banyak tak akan bisa menggunakan cara biasa, misalnya seperti membuat UU pengganti aturan lama. Cara itu hanya membuang-buang waktu.

"Kalau kita mengandalkan standar normal dan mau mengubah suatu peraturan, ada sekitar 80 peraturan UU yang mau kita ubah. Kalau UU itu kita ubah dengan standar normal, sampai selesai periode Kabinet Indonesia Maju juga tidak akan selesai," kata Yasonna dalam Rakornas Investasi di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (20/2/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menuturkan, di periode sebelumnya, hanya ada 50-60 UU yang dapat diperbaiki atau diperbarui pemerintah untuk menyesuaikan zaman. Jika target pemerintah membereskan 80 UU, maka Omnibus Law ini diperlukan.

"5 tahun lalu hanya selesaikan 50-60 UU. Ini mau menyelesaikan 80 UU, nggak akan selesai ini. Makanya muncul metode baru, yang disebut sebagai Omnibus Law," terang Yasonna.

ADVERTISEMENT

Dalam kesempatan ini, ia juga menegaskan, peran Pemda tak dihilangkan meski digarap Omnibus Law, khususnya Omnibus Law Cipta Kerja yang mengatur mekanisme baru dalam investasi.

"Pemda seharusnya menggunakan momentum ini untuk menciptakan peraturan yang kondusif, yang mendatangkan lapangan kerja yang besar. Peran Pemda ada yang mengatakan, peran Pemda akan hilang, akan kehilangan power, bohong!" tegasnya.

Pemerintah pusat tetap menyediakan ranah Pemda menerbitkan izin investasi di daerah. Hanya saja, akan ada tenggat waktu yang diberikan.

"Pemda tetap memiliki kewenangan-kewenangan perizinan yang ada. Yang tidak boleh adalah kita kasih tenggat waktu. Kalau Anda tidak menyelesaikannya tepat waktu maka Pemerintah Pusat akan mengambil alih. Presiden akan memerintahkan kementerian terkait, take itu. Seperti itu," pungkasnya.




(ara/gbr)

Hide Ads