Pemerintah saat ini sedang menyiapkan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law tentang Cipta Kerja dan Omnibus Law Perpajakan. Undang-undang sapu jagat itu diharapkan mampu memacu perekonomian Indonesia.
Lantas apakah Omnibus Law mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia, di tengah ancaman virus corona (Covid-19) yang diprediksi membuat ekonomi Indonesia tak mampu menyentuh level 5%?
"Memang banyak hal yang bisa diperbaiki, banyak harapan. Investor itu sebetulnya itu banyak berharap dari Omnibus Law ya, dari memperbaiki iklim usahanya sampai ketenagakerjaannya, agar lebih kompetitif lah Indonesia ini," kata Ekonom CORE Mohammad Faisal saat dihubungi detikcom, Minggu (8/3/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun Omnibus Law masih dalam proses. Belum dapat dipastikan kapan aturan tersebut rampung dan siap diimplementasikan. Kalau pun bisa rampung tahun ini, implementasinya belum tentu berjalan mulus.
"Kalau pun bisa dieksekusi tahun ini, ini permasalahannya kan lebih banyak lagi, bukan hanya masalah regulasi ya, masalah implementasi itu adalah isu yang lain. Nah implementasi di lapangan, di daerah-daerah. Nah ini kan tidak bisa diatasi semata-mata hanya dengan Omnibus Law," jelasnya.
Tapi paling tidak, menurutnya jika Omnibus Law ini bisa dijalankan seharusnya mampu memperbaiki berbagai kelemahan yang ada di Indonesia, terutama dari sisi regulasi.
Pekerjaan rumahnya tinggal bagaimana pemerintah pusat bisa melibatkan para pihak untuk memuluskan implementasi Omnibus Law. Dengan begitu kebijakan di undang-undang tersebut bisa berjalan sesuai yang diharapkan.
"Nah ini yang harus diperbaiki, harus lebih banyak meng-engage (mengikutsertakan) berbagai macam pihak. Kalau itu bisa dilakukan berarti akan menekan resistensi. Ini sangat penting supaya bisa dijalankan secara efektif. Kalau itu bisa jalan kan semestinya investasi bisa lebih baik pertumbuhan," tambahnya.
(toy/eds)