Truk obesitas alias over dimension over load (ODOL) dinilai menimbulkan kerugian untuk pemeliharaan seluruh jalan secara nasional hingga Rp 43 triliun per tahun. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit.
Lebih spesifik, menurutnya kerugian yang disebabkan truk ODOL untuk pemeliharaan jalan tol mencapai Rp 1 triliun per tahun.
"Pak Dirjen menyampaikan, kerugian secara nasional Rp 43 triliun per tahun. Hitungan kita nggak sekonservatif itu. Di jalan tol angkanya bisa sekitar Rp 1 triliun setiap tahun," kata Danang ditemui di Gerbang Tol Wiyoto Wiyono, Jakarta Utara, Senin (9/3/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut Danang mengatakan kerugian yang disebabkan oleh truk ODOL setara dengan pendapatan badan usaha jalan tol selama satu bulan. Asumsinya, tahun 2019 selama setahun penuh pendapatan jalan tol mencapai Rp 12 triliun, bila dibagi 12 bulan maka perbulannya Rp 1 triliun.
"Padahal kita tahu data tahun lalu itu pendapatan tol Rp 12 triliunan. Dan kalau kerugian ODOL sekitar Rp 1 triliun, artinya kayak satu bulan nggak dapat pendapatan," jelas Danang.
Danang menjelaskan kerugian terjadi karena semakin seringnya frekuensi pemeliharaan jalan tol, yang biasanya BUJT melakukan pemeliharaan 5 tahun sekali menjadi 3 tahun sekali. Yang biasanya 2 tahun sekali menjadi setiap tahun.
"BUJT (yang merugi) kan tadinya mestinya pemeliharaan setiap 5 tahun, kemudian sekarang jadi 3 tahun. Kemudian yang 2 tahun jadi setiap tahun. Itu belanja pemeliharaan secara dini akan menjadi penghitungan kerugian sebenarnya," ungkap Danang.
Danang juga bercerita dirinya mendapatkan keluhan dari para investor jalan tol soal penanganan truk ODOL. Pasalnya selama ini pemerintah terlihat kurang konsisten melarang ODOL. Bahkan program zero ODOL yang harusnya dilakukan tahun ini, harus diundur kembali ke 2023.
"Beberapa kali investor nasional menanyakan ke kita bagaimana suatu aturan jelas-jelas landasannya tidak dilakukan secara konsisten," kata Danang.
(eds/eds)