Restoran sendiri merupakan bisnis dengan marjin keuntungan yang rendah dengan tingkat kegagalan yang tinggi. Dengan banyaknya otoritas daerah yang meminta restoran dan bar untuk ditutup dan jam malam diberlakukan, pengusaha harus menelan kerugian yang besar. Para pengusaha restoran memperkirakan bahwa pendapatan yang hilang bisa mencapai US$ 225 miliar.
Bukan cuma restoran yang meminta dana bantuan, industri perhotelan pun mengaku membutuhkan US$ 150 miliar dana bantuan. Mereka membutuhkan US$ 80 miliar hingga US$ 100 miliar untuk tetap membayar gaji karyawan yang dicutikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka juga meminta agar pembayaran utang diberikan tanpa bunga ataupun bunganya diturunkan untuk pemilik hotel. Setidaknya, industri perhotelan memiliki 8,3 juta karyawan.
Baca juga: ADB Gelontorkan Rp 91 T untuk Lawan Corona |
Permohonan bantuan juga datang industri penerbangan. Para pengusaha meminta US$ 50 miliar untuk menanggulangi kerugian pada maskapai penerbangan penumpang. Lalu US$ 8 miliar untuk kerugian maskapai kargo.
Operator bandara juga meminta bantuan hingga US$ 10 miliar. Mereka mengatakan kemungkinan akan ada gagal bayar pada pembayaran utang perusahaan operator bandara tahun ini kalau masih belum juga mendapatkan bantuan, jumlahnya hingga US$ 7 miliar. Lalu, pabrikan pesawat Boeing pun juga meminta jaminan pinjaman sebesar US$ 60 miliar.
Sementara itu para pengusaha ritel AS juga mengaku butuh berbagai bentuk bantuan pemerintah. Namun mereka belum mengumumkan berapa banyak yang dibutuhkan. Fakta di lapangan para peritel kerugiannya melonjak, bahkan beberapa diantaranya mesti menutup operasi karena sepinya pengunjung.
Federasi Ritel Nasional AS mengatakan sedang mencoba melakukan perubahan undang-undang pajak yang akan membantu para peritel. Mereka menginginkan adanya jeda pembayaran utang dan penundaan penyitaan untuk aset yang gagal bayar. Mereka juga mengatakan butuh bantuan pinjaman khusus untuk menjaga arus keuangan perusahaan.
(ara/ara)