Jokowi Tak Larang Mudik, Siap-siap Hadapi Risiko Ini

Jokowi Tak Larang Mudik, Siap-siap Hadapi Risiko Ini

Hendra Kusuma - detikFinance
Sabtu, 04 Apr 2020 15:46 WIB
Presiden Jokowi
Foto: Muchlis Jr/Biro Pers Setpres
Jakarta -

Keputusan pemerintah membolehkan masyarakat mudik Lebaran saat pandemi virus corona (COVID-19) dinilai hanya akan menambah beban APBN. Pasalnya, kebijakan tersebut berpotensi membuat para perantau khususnya di kota besar seperti Jabodetabek membawa virus ke daerahnya masing-masing.

Apalagi pemerintah sendiri sudah menyatakan bagi masyarakat yang tetap mudik menjadi orang dalam pemantauan (ODP) dan harus menjalani karantina selama 14 hari.

"Implikasi di daerah ada dua, dari sisi kesehatan tentu akan berdampak bahwa risiko di daerah akan semakin besar, yang ODP akan semakin banyak, dan daerah akan menanggung biaya kesehatan dan ekonomi lebih besar," kata Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad saat dihubungi detikcom, Sabtu (4/4/2020).

Risiko di sisi kesehatan dan ekonomi ini ujung-ujungnya akan berdampak pada APBN. Menurut Tauhid nantinya APBN akan menanggung seluruh biaya di kedua sektor tersebut akibat kebijakan mudik tidak tegas.

"APBN jelas membutuhkan anggaran yang lebih banyak dan didukung APBD," ujarnya.


Pemerintah sudah mengalokasikan anggaran Rp 405,1 triliun untuk menanggulangi virus corona di Indonesia. Anggaran tersebut dialokasikan sebesar Rp 75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR), serta Rp 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.

Sementara itu peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Fajar B. Hirawan mengatakan ketidaktegasan pemerintah memutuskan persoalan mudik hanya akan memperluas penyebaran virus dan menambah beban APBN.

Pasalnya dengan kebijakan tersebut pemerintah harus tetap memberikan insentif kepada masyarakat maupun pelaku usaha yang terdampak.

"Pemerintah juga harus memberikan insentif bagi perusahaan-perusahaan transportasi apapun bentuknya misalnya pengurangan pajak agar beban operasional mereka tidak terlalu berat. Selain itu, perlu ada konversi insentif atau fasilitas bagi perusahaan logistik atau transportasi dari yang fokus pada mobilisasi penumpang/orang ke mobilisasi barang, khususnya bahan pangan atau pokok," kata Fajar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT




(hek/hns)

Hide Ads