Tri mengungkapkan, salah satu penyebabnya yakni tingginya permintaan beras terutama sejak virus Corona (COVID-19) mewabah di Indonesia.
"Sekarang banyak kepala daerah yang membeli beras ke Bulog. Kemudian banyak lembaga-lembaga sosial untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya dalam rangka PSBB, atau mengantisipasi pandemi Corona. Jadi ini banyak permintaan. Jadi pada saat suplai tinggi, permintaan tinggi," imbuh dia.
Tri membeberkan, sejak Februari 2020 realisasi penyaluran beras melalui operasi pasar atau program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkat. Bahkan, sejak Februari penyalurannya meningkat hingga 250%.
"Sesuai amanah Permendag, KPSH itu harusnya 2.000 ton/hari. Tapi sejak Februari realisasinya 5.000-7.000 ton/hari. Ini menarik. Karena musim panen, KPSH kita tinggi juga, artinya permintaan cukup tinggi," jelas Tri.
Namun ternyata, harga beras yang di atas HET ini berawal dari kenaikan di level penggilingan. Harga di level penggilingan sudah lama bertahan di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
Padahal, pemerintah juga sudah menyesuaikan HPP melalui Permendag nomor 24 tahun 2020. Namun, harga beras di penggilingan naik lagi di atas HPP.
"Ini Permendag 24 tahun 2020 yang baru terkait dengan perubahan harga, alhamdulillah meskipun tadinya Rp 3.700 sekarang Rp 4.200 untuk GKP. Kemudian GKG Rp 4.600 menjadi Rp 5.250, beras Rp 7.300 menjadi Rp 8.300. Harganya saat ini di atas itu semua. Ini membuat kesulitan buat kami," kata Tri.
Simak Video "Video: Satgas Pangan Polda Metro Jaya Cek Pasar Induk Beras Cipinang"
[Gambas:Video 20detik]