Menurut Ketua Bidang Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widya Pratama kebijakan tersebut sebenarnya belum mampu menutupi besarnya penurunan omzet yang diterima nyaris semua perusahaan selama dihantam pandemi ini. Meski demikian, pihaknya tetap mengapresiasi pemerintah yang telah cepat tanggap mengimplementasikan stimulusnya demi menyelamatkan perusahaan yang ada.
"Penurunan tarif pajak merupakan respons dari Pemerintah yang patut dihargai, namun demikian di saat seperti ini, belum terlalu banyak membantu, karena untuk banyak sektor terdampak, penurunan omzetnya lebih besar dari penurunan tarif pajak," ujar Siddhi kepada detikcom, Senin (27/4/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Siddhi, penurunan tarif pajak menjadi 22% hanya mampu membantu perusahaan menghemat lebih kurang lebih 10% biaya pengeluaran mereka. Sedangkan, rata-rata kehilangan omzet yang telah dirasakan pelaku usaha saat ini bisa mencapai lebih dari 50%.
Siddhi menambahkan untuk dapat menyelamatkan perusahaan, insentif pajak belum dirasa cukup. Pemerintah diharap mampu memberi insentif lainnya seperti yang sudah berlaku di negara lain.
Namun demikian, Pengamat pajak dari Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar mengatakan kebijakan tersebut memberikan tambahan likuiditas tambahan bagi perusahaan.
Apalagi sejak awal Maret, pemerintah sudah mengumumkan insentif pajak tersebut adalah penanggungan PPh pasal 21, penundaan pembayaran PPh Pasal 22 impor, pengurangan tarif PPh Pasal 25, dan percepatan restitusi PPN.
"Harus dibarengi dengan insentif lainnya, seperti relaksasi restitusi PPN dalam PMK 23 Tahun 2020. Percepatan restitusi ini akan sangat membantu sekali likuiditas perusahaan," kata Fajry saat dihubungi detikcom, Jakarta, Senin (27/4/2020).
Fajry menilai ketersediaan likuiditas menjadi kunci bagi perusahaan di tengah krisis seperti sekarang. Dengan likuiditas yang cukup, maka sebuah perusahaan tidak perlu melakukan efisiensi seperti merumahkan pegawainya maupun memutuskan PHK.
Simak Video "Video: Jualan Online Makin Cuan? Selamat, Kini Kena Pajak 0,5%"
[Gambas:Video 20detik]
(hek/eds)