Laode Syarif: Ada Piutang PNBP sektor SDA Rp 26 T Belum Ditagih

Laode Syarif: Ada Piutang PNBP sektor SDA Rp 26 T Belum Ditagih

Ibnu Hariyanto - detikFinance
Rabu, 06 Mei 2020 16:35 WIB
Pengembalian Uang Korupsi Samadikun

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Toni Spontana (tengah) menyerahkan secara simbolis kepada Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Sulaiman A. Arianto (ketiga kanan) uang ganti rugi korupsi Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI) dengan terpidana Samadikun Hartono di Gedung Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (17/5/2018). Mantan Komisaris Utama PT Bank Modern Samadikun Hartono terbukti korupsi dana talangan BLBI dan dihukum 4 tahun penjara serta diwajibkan mengembalikan uang yang dikorupsinya sebesar Rp 169 miliar secara dicicil. Grandyos Zafna/detikcom

-. Petugas merapihkan tumpukan uang milik terpidana kasus korupsi BLBI Samadikun di Plaza Bank Mandiri.
Foto: grandyos zafna
Jakarta - Eks Komisioner KPK Laode M Syarif menyebut per tahun 2015 ada piutang penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor sumber daya alam sebesar Rp 26 triliun. Piutang PNBP itu berasal dari Izin Usaha Pertambangan (IUP), Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertamangan Batubara (PKP2B).

"Bahkan tahun 2015 ketika saya masuk pertama di KPK saya minta kepada litbang waktu itu tolong jelaskan kepada saya berapa sih piutang PNBP kita dari tambang, dari kontrak karya, perjanjian pertambangan batu bara, itu ada Rp 26 triliun ini tahun 2015," kata Laode Syarif dalam diskusi online bertema 'Kebijakan Pencegahan Korupsi SDA: Bentang Proses, Pendekatan dan Batasnya', Rabu (6/5/2020).

Berikut rincian piutang PNBP per 31 Desember 2015 yang dijabarkan Syarif:
- Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar Rp 3.799.996.166.540,35
- Kontrak karya sebesar Rp 280.074.552.956,60
- Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sebesar Rp 22.151.494.521.797

Menurut Syarif, sejak tahun 2015 itu pemerintah belum sanggup menagih semua piutang tersebut. Bahkan, ia menyebut selama dirinya menjadi pimpinan KPK butuh usaha ekstra untuk menagih piutang tersebut.


"Tapi uang piutang pun pemerintah tidak sanggup menagihnya, baik itu Kementerian ESDM hampir-hampir tidak berkuasa karena sebagian sudah lari ke luar negeri, sebagian sudah tutup kantornya. Kita nggak mau tahu, kita minta termasuk dari kontrak karya, saya yakin sekarang setelah dalam 4 tahun kami di KPK saya pikir piutangnya itu sudah mulai berkurang karena sebagian kita berhasil, itu pun harus dengan persuasi yang sangat-sangat keras," ungkap Syarif.

Karena itu, Syarif berharap KPK era sekarang bersama pemerintah tetap serius untuk menagih piutang tersebut. Ia menilai piutang itu bisa dimanfaatkan untuk penanganan pandemi virus Corona yang terjadi saat ini.

"Saya berharap pimpinan KPK yang sekarang juga masih terus meminta uang piutang itu. Apalagi di masa pandemi ini kan kita butuh uang sebenarnya, masa uang kita tidak disetor padahal itu uang benaran," pungkasnya.




(ibh/ang)

Hide Ads