"Bahkan tahun 2015 ketika saya masuk pertama di KPK saya minta kepada litbang waktu itu tolong jelaskan kepada saya berapa sih piutang PNBP kita dari tambang, dari kontrak karya, perjanjian pertambangan batu bara, itu ada Rp 26 triliun ini tahun 2015," kata Laode Syarif dalam diskusi online bertema 'Kebijakan Pencegahan Korupsi SDA: Bentang Proses, Pendekatan dan Batasnya', Rabu (6/5/2020).
Berikut rincian piutang PNBP per 31 Desember 2015 yang dijabarkan Syarif:
- Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar Rp 3.799.996.166.540,35
- Kontrak karya sebesar Rp 280.074.552.956,60
- Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sebesar Rp 22.151.494.521.797
Menurut Syarif, sejak tahun 2015 itu pemerintah belum sanggup menagih semua piutang tersebut. Bahkan, ia menyebut selama dirinya menjadi pimpinan KPK butuh usaha ekstra untuk menagih piutang tersebut.
"Tapi uang piutang pun pemerintah tidak sanggup menagihnya, baik itu Kementerian ESDM hampir-hampir tidak berkuasa karena sebagian sudah lari ke luar negeri, sebagian sudah tutup kantornya. Kita nggak mau tahu, kita minta termasuk dari kontrak karya, saya yakin sekarang setelah dalam 4 tahun kami di KPK saya pikir piutangnya itu sudah mulai berkurang karena sebagian kita berhasil, itu pun harus dengan persuasi yang sangat-sangat keras," ungkap Syarif.
Karena itu, Syarif berharap KPK era sekarang bersama pemerintah tetap serius untuk menagih piutang tersebut. Ia menilai piutang itu bisa dimanfaatkan untuk penanganan pandemi virus Corona yang terjadi saat ini.
"Saya berharap pimpinan KPK yang sekarang juga masih terus meminta uang piutang itu. Apalagi di masa pandemi ini kan kita butuh uang sebenarnya, masa uang kita tidak disetor padahal itu uang benaran," pungkasnya.
(ibh/ang)