Mantan Menkeu Usul Orang Miskin Baru Disuntik Pulsa HP

Mantan Menkeu Usul Orang Miskin Baru Disuntik Pulsa HP

Trio Hamdani - detikFinance
Jumat, 08 Mei 2020 17:47 WIB
Chatib Basri resmi menjabat orang nomor satu di Kementrian Keuangan usai serah terima jabatan (sertijab) dari Pt Menkeu Hatta Rajasa, di Gedung Kemenku, Jakarta, Selasa (22/5/2013).  File/detikFoto.
Mantan Menterir Keuangan (Menkeu) Chatib Basri/Foto: Ari Saputra
Jakarta - Ekonom senior Muhammad Chatib Basri menilai pemerintah belum mengulurkan tangan untuk masyarakat berpendapatan menengah ke bawah (lower middle income). Mereka adalah golongan masyarakat rentan miskin dan mungkin sudah jatuh miskin karena pandemi COVID-19.

"Pemerintah tidak pernah berpikir untuk membantu kelas menengah bawah, 'buat apa, orang mereka bukan orang miskin'. Tetapi dalam kondisi ini dia butuh uang. Orang dia nggak ada kerjaan, dia diminta stay di rumah," kata Chatib dalam diskusi virtual yang tayang di YouTube, Jumat (8/5/2020).

Dia memahami saat ini yang jadi kendala adalah minimnya data mengenai masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

Menurutnya pendataan itu bisa dilakukan dengan melibatkan perusahaan telekomunikasi. Sebab kata dia 90% orang Indonesia memiliki telepon genggam.

"Telko itu bisa lihat siapa yang pulsanya nggak banyak, karena uangnya terbatas, dia segitu saja belinya. Atau mereka yang memang prime customer, yang tinggi gitu. Dari situ bisa dilakukan social economic analysis mengenai siapa yang lower middle income group," papar mantan Menteri Keuangan itu.


Bagaimana cara menyalurkan bantuan buat mereka? menurut Menkeu periode 2013-2014 tersebut, itu bisa diberikan melalui pemberian pulsa ke nomor handphone masing-masing.

Berikutnya diperlukan relaksasi dari Bank Indonesia (BI) agar bantuan pulsa tersebut bisa digunakan untuk berbelanja kebutuhan, misalnya di minimarket.

"Cara bantuinnya? inject saja itu, top-up saja pulsanya. Dia bisa cash out di Indomaret kan kalau Bank Indonesia memberikan relaksasi, atau gunakan itu di e-wallet. Jadi kreativitas di dalam model seperti ini perlu dilakukan," jelasnya.

Untuk nominal bantuannya, menurut dia jangan setara UMR. Jumlahnya harus lebih kecil dari itu, misalnya 1/3 dari upah minimum.

"Anda nggak boleh kasih kompensasi sejajar dengan UMR. Kalau sejajar dengan UMR, orang berhenti bekerja malah tinggal di rumah. Jadi harus di bawah UMR. Jadi kalau (UMR) Rp 3 juta katakanlah, dikasih Rp 1 juta," tambahnya.




(toy/hns)

Hide Ads