"Yang menarik saat ini musim panen dan suplai berlimpah dan harusnya harga turun, tapi yang menarik sekarang musim panen tapi permintaan tinggi, sehingga harga beras masih di atas HET," ungkap Tri dalam diskusi virtual P2N PBNU, Senin (18/5/2020).
Padahal, Bulog sendiri juga terus-menerus memasok gula ke pasar untuk menjaga kelangkaan stok, dan juga kestabilan harga.
"Kami melaksanakan pilar keterjangkauan, di mana menyebarkan stok secara nasional. Meskipun kemarin sempat beredar isu ada 7 provinsi defisit beras allhamdulillah sudah disebar Bulog dan cukup," kata Tri,
Baca juga: Jelang Lebaran, Stok Beras di Daerah Aman? |
Menurut Tri penyebab utama harga beras masih di atas HET ini karena permintaan yang tinggi di tengah pandemi virus Corona (COVID-19).
"Kami dipatok oleh Kemendag, sehari menggelontorkan 2.000 ton di musim panen, tapi kenyataannya setiap hari kami menjual 4.000-5.000 ton per hari. Ini bukti permintaan tinggi. Kenapa? Karena kementerian/lembaga melaksanakan program bantuan sosial yang sebagian besar isinya beras," urainya.
Selain itu, menurut Tri saat ini banyak petani yang menyimpan stok beras untuk konsumsi rumah tangga dengan jumlah yang banyak dibandingkan biasanya.
"Kemudian masih ada beberapa petani yang menyimpan stok di rumah tangganya. Itulah fenomena yang terjadi di lapangan," imbuh dia.
Sebagai informasi, harga beras untuk kualitas medium hari ini secara nasional tembus Rp 12.000-12.150/kg. Sementara, menurut Peraturan Menteri Perdagangan nomor 57 tahun 2017, HET beras medium untuk wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan (Sumsel), Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sulawesi adalah Rp 9.450/kg. Sedangkan, untuk wilayah Sumatera selain Sumsel, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Kalimantan, HET beras medium Rp 9.950/kg. Kemudian, untuk wilayah Maluku dan Papua, HET beras medium Rp 10.250/kg.
(hns/hns)