KPPU Minta Pemerintah Jangan Ubah HET Gula, Ini Alasannya

KPPU Minta Pemerintah Jangan Ubah HET Gula, Ini Alasannya

Vadhia Lidyana - detikFinance
Rabu, 20 Mei 2020 20:56 WIB
KPPU
Foto: Herdi Alif Al Hikam detikcom
Jakarta -

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta harga eceran tertinggi (HET) gula di tingkat konsumen tidak diubah. Menurut Komisioner KPPU Guntur Saragih, HET yang sudah ditetapkan pemerintah yakni Rp 12.500/kg di tingkat konsumen sudah cukup menguntungkan para pengusaha dan juga importir yang memasok komoditas tersebut ke pasar-pasar.

"Penilaian dari KPPU HET itu sudah memberikan ruang yang besar bagi margin, keuntungan pelaku usaha besar dalam negeri dan importir itu sudah besar," ungkap Guntur dalam forum jurnalis, Rabu (20/5/2020).

Ia mengatakan, posisi harga gula di tingkat konsumen saat ini dijadikan alasan untuk mengubah HET lebih dari Rp 12.500/kg. Padahal, KPPU menduga ada anomali yang menyebabkan harga gula ini tinggi.

"Isu HET dikoreksi untuk bisa lebih tinggi lagi ini seolah-olah ini ingin membenarkan tingginya harga yang sekarang. Harga yang sekarang di pasar non modern itu banyak harga melebihi HET. Bahkan kemarin di Sumatera Utara kita tahu PTPN, ditemukan penjualan lelang sudah di Rp 12.900. Bagaimana mungkin bisa mencapai HET yang sudah ditentukan Kemendag? Karenanya kami menilai anggapan bahwa untuk bisa menaikkan HET bukanlah hal yang tepat," tegas Guntur.

Pasalnya, menurut data yang dilampirkan KPPU, harga gula di Indonesia sangat tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata internasional. KPPU mencatat, sejak tahun 2017 bertahan di level Rp 4.000-6.000/kg. Sementara, hari ini saja harga gula rata-rata nasional menurut Pusat Informasi Harga Pangan Stretagis (PIHPS) tembus Rp 17.400/kg.

"Sebenarnya keadaan stabilnya harga dunia ini menunjukkan kemampuan produksi yang begitu bagus dari berbagai negara. Sehingga harga cukup stabil. Ini yang jadi persoalan, makanya itu kenapa KPPU menganggapi evaluasi HET untuk menjadi lebih tinggi lagi itu sebenarnya tidak tepat," terangnya.

Klik halaman selanjutnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Selain itu, menurut KPPU konsumen di Indonesia sudah menanggung ongkos yang besar untuk memperoleh gula.

"Gap antara biaya produsen, harga produsen dalam hal ini petani besar dalam negeri baik BUMN, lalu harga importir, itu kelewat jauh dengan harga yang ditanggung masyarakat. Artinya di rentang intermedier ini kelewat besar," tandas dia.

Sebelumnya, Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengusulkan harga acuan gula yang dijual ke konsumen direvisi. Paling tidak, bisa dinaikkan sesuai harga yang berlaku di tingkat pemasok pada saat ini.

"Menurut saya lebih tepat ada revisi HET (harga eceran tertinggi) melihat situasi pasar. Jadi memang saat ini kan pasar mungkin ada perubahan. Sudah waktunya direvisi mungkin ya HET-nya lah," kata dia saat dihubungi detikcom, Selasa (17/3/2020).

Selain itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Nur Khabsyin meminta pemerintah menaikkan HPP setidaknya jadi Rp 14.000/kg dan HET menjadi Rp 16.000/kg. Menurutnya, bila tetap mengikuti HPP dan HET gula saat ini malah membuat petani rugi bukannya untung.

"APTRI minta HPP gula tani dan HET nya agar ditetapkan paling lambat akhir bulan April 2020. Karena akhir bulan Mei sudah mulai panen tebu di Jawa," kata Nur kepada detikcom, Jumat (24/4/2020).



Simak Video "Video Tom Lembong Usai Dituntut 7 Tahun Penjara: Saya Heran dan Kecewa"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads