Badan Anggaran (Banggar) DPR menyetujui kebijakan defisit, pembiayaan, dan makro di tahun 2021. Pemerintah mengusulkan defisit fiskal di kisaran 3,21-4,17% dengan rasio utang di level 37,6-38,5% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Pimpinan rapat Banggar DPR, Said Abdullah mengatakan pihak parlemen menyetujui usulan pemerintah. Sebab, kebutuhan anggaran pemulihan ekonomi sangat besar.
Bahkan, pemerintah diminta lebih berani melebarkan defisit fiskal pada 2021 demi memenuhi kebutuhan anggaran penanggulangan pandemi Covid-19.
"Kalau ingin cepat pulih, pada kondisi normal 2023, kenapa nggak 4,7% defisitnya. Supaya ketika menyatakan ekspansif, maka ekspansif betul yang diinginkan pemerintah," kata Said di ruang rapat Banggar DPR, Jakarta, Selasa (30/6/2020).
Menurut Said pelebaran defisit yang berujung pada meningkatnya jumlah utang pemerintah terhadap PDB harus dimanfaatkan untuk kegiatan produktif. Salah satu kegiatan produktif adalah membangun infrastruktur.
"Semua negara berutang, yang penting catatan kami utang untuk belanja yang produktif. Kalau kita ngutang untuk bansos maka kasihan cucu kita, kalau mau utang bangun tol, bangun pelabuhan, tidak apa-apa, itu untuk produktif kok. Kenapa harus takut," jelas Said.
Said meminta pemerintah untuk meningkatkan literasi keuangan khususnya pembiayaan utang kepada seluruh masyarakat Indonesia. Tujuannya, kata dia, agar surat utang negara (SUN) yang diterbitkan pemerintah bisa dibeli masyarakat Indonesia.
Klik halaman selanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Simak Video "Video Momen DPR Cecar Sri Mulyani: Penghematan Ujung-ujungnya Tambah Utang"
[Gambas:Video 20detik]