5 Hal Menarik di Balik Marah Besar Jokowi Versi Dahlan Iskan

5 Hal Menarik di Balik Marah Besar Jokowi Versi Dahlan Iskan

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Selasa, 30 Jun 2020 19:30 WIB
Puncak gestur kemarahan Presiden Jokowi menurut kacamata pakar gestur Handoko Gani. (Tangkapan layar video kanal YouTube Setrpes RI)
Foto: Ekspresi Jokowi dianalisis pakar gestur. (Tangkapan layar kanal YouTube Setpres RI)
Jakarta -

Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan buka suara mengomentari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang marah besar. Seperti diketahui, Jokowi marah besar garap-gara pencairan anggaran insentif untuk tenaga kesehatan lambat.

Bayangkan saja, dari total anggaran Rp 75 triliun, baru 1,53% yang cair. Nah, ada 5 hal menarik di balik kemarahan Jokowi dalam tulisan Dahlan Iskan. Apa saja?


1. Gaya marah Jokowi sangat Jawa


"Marah di podium. Dalam bentuk ceramah. Atau arahan. Bukan marah di meja rapat. Mungkin karena beliau seorang presiden. Yang memerankan diri sebagai chairman. Bukan seorang CEO perusahaan," tutur Dahlan Iskan lewat artikel berjudul Marah Besar yang ditulisnya dalam disway.id, dikutip Selasa (30/6/2020).

2. Peran menteri koordinator (Menko) sebagai CEO

Menurut Dahlan Mungkin presiden berharap para Menko-lah yang menjadi CEO di kemenko mereka masing-masing.

"Tapi menko tidak mungkin bisa menjadi CEO. Menko itu, seperti juga namanya, hanya bersifat koordinator. Bukan pengambil keputusan.Entahlah kalau pembagian tugas yang sekarang sudah berubah: menko boleh mengambil putusan," tutur Dahlan.

Sepanjang keputusan masih tetap di tangan menteri, peranan menko sangat terbatas. Ia bisa memanggil para menteri. Memarahi mereka. Tapi marah saja tidak cukup. Yang ambil keputusan tetap menteri. Yang ambil langkah tetap jajaran di kementerian.

Dengan demikian efektif tidaknya seorang menko lebih tergantung pada wibawa pribadi sang menko.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


3. Kondisi yang dihadapi sudah keterlaluan

Dahlan menilai orang halus seperti Pak Jokowi marah besar berarti keadaan sudah keterlaluan. Misalnya soal anggaran kesehatan itu yang baru terpakai 1 persen, padahal anggaran kesehatan Rp 75 triliun.

"Saya berdoa semoga angka yang masuk ke presiden itu salah. Kalau angka 1 persen itu benar memang keterlaluan. Berarti program di situ tidak jalan sama sekali. Padahal ini sudah bulan Juli, atau punya alasan justru karena ini masih awal Juli?," tutur Dahlan.

Untuk poin 4 dan 5, langsung klik halaman selanjutnya.

ADVERTISEMENT

4. Tender belum dilakukan?

Dahlan Iskan mengatakan kalau angka 1 persen itu benar memang keterlaluan. Berarti program di situ tidak jalan sama sekali, padahal ini sudah bulan Juli atau punya alasan justru karena ini masih awal Juli?

"Di masa keterbukaan seperti ini semua anggaran harus ditenderkan. Anggaran tahun ini berlaku mulai 1 Januari lalu. Berarti Februari baru diadakan tender. Berarti persiapan tendernya satu bulan. Itu sudah cepat. Jangan-jangan tendernya justru baru dimulai bulan Maret, pas pula ada Covid-19," papar Dahlan

Proses tender bisa terhambat besar. Kalau pun tidak terhambat proses tender itu tidak mungkin selesai dalam dua bulan. Maka kalau sampai akhir Juni anggaran baru terserap 1 persen, kemungkinan besar tersangkut di masalah tender yang belum selesai itu.

"Jangan-jangan para pemenang tender pun belum ada. Saya tahu kian tahun tender elektronik kian maju. Yang mestinya pelaksanaan tender bisa lebih cepat," tutur Dahlan.

5. Pelajaran penting

Menurut Dahlan pelajaran penting dari marahnya Presiden Jokowi tetap saja sama: bagaimana agar pemenang tender sudah diumumkan di awal Maret. Masalahnya siapa yang memonitor dan terus mengawasi jadwal ini.

Pelajaran lain adala menko boleh hebat, menteri boleh hebat, tapi pelaksana pemerintahan yang sesungguhnya adalah para dirjen di kementerian.

"Dirjen pun, berdasarkan pengalaman saya, terlalu sibuk dengan urusan politik atas. Maka pelaksana kebijakan yang paling sebenarnya adalah para direktur di kementerian. Bahkan jangan-jangan para direktur pun hanya sibuk melayani dirjen dan menteri mereka," kata Dahlan.

Maka pelaksana yang lebih sesungguhnya lagi adalah para pejabat yang levelnya di bawah direktur. Jadi negara ini bisa berjalan atau tidak sebenarnya di tangan mereka itu. Itulah yang disebut birokrasi. Ya seperti itu.


Hide Ads