Teten Buka Suara soal Survei 53% Warga Sulit Urus Izin untuk UKM

Teten Buka Suara soal Survei 53% Warga Sulit Urus Izin untuk UKM

Soraya Novika - detikFinance
Kamis, 02 Jul 2020 10:35 WIB
Teten Masduki
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki/Foto: Kemenkop UKM
Jakarta -

Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) baru saja merilis hasil survei nasionalnya terkait izin untuk mendirikan usaha kecil menengah (UKM) beserta pengajuan modal usahanya. Menurut survei nasional SMRC, 53% warga menilai sulit mengurus izin untuk UKM, sementara 48% warga menilai UKM sulit mendapatkan modal usaha.

"Dalam kondisi ekonomi yang sulit ini, pemerintah perlu serius membantu bangkitnya usaha di tingkat kecil dan menengah. Kalau memang benar RUU Cipta Kerja dirancang untuk membantu kemudahan izin dan modal usaha, RUU ini perlu segara dirampungkan," kata Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas dalam webinar rilis survei SMRC bertajuk 'RUU Cipta Kerja dan Ekonomi Pandemi: Opini Publik Nasional', Selasa (30/6/2020).

Survei dilakukan melalui wawancara per telepon pada 2003 responden di seluruh Indonesia dengan margin of error 2,2% pada 24-26 Juni 2020. Menurut survei SMRC, 53% warga menilai sulit mengurus izin untuk mendirikan UKM. Sedangkan yang menilai mudah ada 40% dari total responden. Adapun warga Indonesia yang pernah mengurus izin usaha itu sendiri sekitar 22% dari keseluruhan warga Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menteri Kemenkop UKM Teten Masduki menyambut baik survei tersebut. Akan tetapi, untuk masalah perizinan UKM, kata Teten, tidak berada di bawah kementeriannya. Kini, semua wewenang tersebut berada di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan sebagian lainnya di BPOM dan pemerintah daerah.

"Urusan perijinan UMKM tidak berada di Kemenkop. Ada sebagian di pemerintah daerah, ada OSS di BKPM ada juga izin edar di BPOM," terang Teten kepada detikcom, Kamis (2/7/2020).

ADVERTISEMENT

Akan tetapi, pihaknya akan menindaklanjuti hasil survei tersebut sebagai evaluasi ke depannya. Agar Kemenkop UKM bisa memberi pendampingan kepada UMKM yang masih kesulitan mengurus izin usaha terutama yang berada di daerah.

"Kita akan tindaklanjuti hasil survei yang menemukan bahwa Pulau Kalimantan, Maluku-Papua, Sumatera, Bali-Nusa Tenggara masuk kategori paling sulit mengakses perizinan, kita lakukan pendampingan lebih bersama pemerintah daerahnya," paparnya.

Terkait perizinan bagi kelompok petani, nelayan dan peternak yang mengaku paling sulit mendapatkan izin, menurut Teten, pihaknya pun sudah mengantisipasi hal tersebut.

"Hasil survei juga menyebut kelompok petani, nelayan, peternak adalah diantara kelompok masyarakat yang paling sulit mendapatkan perizinan. Ini sudah kita antisipasi dengan memberikan prioritas pembentukan. koperasi pangan di perdesaan," tambahnya.

Lalu, terkait pembiayaan, Teten bilang, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak agar tiap UMKM mudah mengakses modal yang dibutuhkan.

"Kami telah sinergikan hotline untuk masalah pembiayaan dengan bank pelaksana, juga turun ke pasar, koperasi dan pelaku UMKM untuk mengecek apakah penyaluran berjalan atau tidak, serta sinergi bersama Kementerian Lembaga (K/L) lainnya dan hal paling penting adalah memperkaya literasi pembiyaan UMKM," pungkasnya.

Kembali ke survei, penilaian warga tentang kemudahan UKM mendapatkan modal usaha sekarang ini pun tidak berbeda. Sekitar 48% warga menilai UKM sulit mendapatkan modal usaha. Sedangkan yang menilai mudah hanya 25%.

Dibandingkan tiga bulan lalu, jumlah warga yang menilai sulit bagi UKM untuk mendapat modal usaha sekarang terlihat meningkat. Pada Maret 2020, warga yang menilai sulit bagi UKM untuk mendapat modal usaha baru sekitar 34%. Selain itu, 45% warga Indonesia yang pernah mengurus izin usaha menilai sulit mengurus izin usaha. Sebaliknya, yang menilai mudah ada 48%.

Penilaian warga tentang kondisi mengurus izin mendirikan usaha yang sulit di atas konsisten dengan penilaian warga bahwa izin usaha di Indonesia termasuk yang paling sulit di antara negara-negara ASEAN (Asia Tenggara).

Sekitar 46% warga yang setuju bahwa izin usaha di Indonesia paling sulit di antara negara-negara ASEAN. Sebaliknya, yang tidak setuju lebih sedikit yaitu 21%.

Menurut Abbas, penilaian warga terhadap sulitnya mengurus izin mendirikan usaha terutama berasal dari kelompok warga yang berpendidikan dan berpenghasilan lebih rendah.

Ada 67% warga yang berpendidikan SD dan 60% warga yang berpendidikan SMP yang menilai sulit mengurus izin mendirikan usaha. Sementara, ada 66% warga yang berpendapatan di bawah 1 juta Rupiah dan 66% warga berpendapatan di bawah 2 juta Rupiah yang menilai sulit mengurus izin mendirikan usaha.

"Warga yang menilai sulit bagi UKM untuk mendapat modal usaha lebih banyak ditemukan di kalangan warga berpendapatan rendah, yaitu 59% masih mencari pekerjaan, 54% pedagang warung/kaki lima, 52% petani/peternak/nelayan. Juga mereka yang berpendapatan harian," sambungnya.

Menurut Abbas, penilaian negatif warga tentang mengurus izin mendirikan UKM, kemudahan UKM mendapat modal usaha, dan mengurus izin usaha harus mendapat perhatian serius pemerintah karena kelompok inilah yang mengalami dampak ekonomi paling parah akibat wabah COVID-19.


Survei ini menunjukkan mayoritas warga 70%, merasa kondisi ekonomi rumah tangganya sekarang lebih buruk atau jauh lebih buruk dibanding sebelum ada wabah COVID-19. Sisanya, sekitar 19% merasa tidak ada perubahan, 9% merasa lebih baik, dan 1% tidak menjawab.

"Memang terjadi penurunan penilaian warga yang merasa kondisi ekonomi rumah tangganya sekarang lebih buruk bila dibandingkan pada survei 20-22 Mei sebesar 83%. Tapi penilaian 70% itu masih tetap besar," tambahnya.

Survei SMRC ini juga menunjukkan bahwa dalam sebulan terakhir ada peningkatan harapan warga terhadap kondisi ekonomi nasional. Mayoritas warga, 75% memang mengaku pendapatan merosot setelah adanya wabah. Namun demikian, 49% warga optimistis kondisi ekonomi rumah tangganya akan lebih baik setelah wabah Covid-19 berakhir. Sementara yang menilai menjadi lebih buruk atau tidak ada perubahan 45%.

Mayoritas warga yakni 84% diantaranya juga menilai kondisi ekonomi nasional sekarang lebih buruk atau jauh lebih buruk dibanding tahun lalu. Namun dibandingkan survei 12-16 Mei, di mana 92% warga menganggap kondisi ekonomi nasional memburuk, dapat dikatakan ada penurunan persentase mereka yang pesimistis.

Warga yang optimistis dengan ekonomi rumah tangganya, yakni yang menilai ekonomi rumah tangga tahun depan lebih baik atau jauh lebih baik dibanding sekarang, mencapai sekitar 44%. Sementara yang menilai akan lebih buruk atau jauh lebih buruk atau tidak ada perubahan 43%.

"Warga secara umum masih kurang optimistis dengan kondisi ekonomi nasional: hanya 36% yang menilai ekonomi nasional tahun depan akan lebih baik dibanding sekarang. Namun demikian, dibanding temuan bulan lalu (5-6 Mei 2020) di mana yang merasa optimis hanya 27%, optimisme warga sekarang dalam melihat kondisi ekonomi nasional ke depan terlihat sedikit menguat," imbuhnya.

Menurut Abbas, adanya peningkatan optimisme itu mungkin antara lain terpengaruh oleh dimulainya era Normal Baru yang diharapkan turut mendongkrak aktivitas ekonomi nasional. Namun Abbas mengingatkan prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 oleh berbagai lembaga terkemuka menunjukkan kondisi ekonomi Indonesia masih akan negatif, misalnya Kementerian Keuangan (-0,40%), IMF (-0,30%), ADB (-1,040%), hingga OECD (-2,80%).

Karena itu, menurut Abbas, intervensi negara mutlak diperlukan agar skenario positif yang dibayangkan warga bisa terwujud.

"Untuk itu, pemerintah harus tegas mempermudah izin usaha dan mempermudah perolahan modal usaha bagi terutama masyarakat kalangan kecil dan menengah. Kalangan tersebut akan bisa menjadi faktor penentu kebangkitan ekonomi Indonesia. Bila RUU Cipta Kerja memang akan menjawab persoalan-persoalan serius itu, sebaiknya RUU itu segera dirampungkan," pungkasnya.



Simak Video "Video: APINDO Sebut UMKM RI Masih Keterbatasan Akses Modal"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads