Menurut Dwi, membangun lumbung pangan di lahan jenis rawa di Kalteng tidaklah mudah apalagi dengan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Oleh sebab itu, ia menyarankan agar pemerintah lebih mendorong program peningkatan kesejahteraan petani, dibandingkan mengeluarkan anggaran yang besar untuk membangun lumbung pangan.
"Berikan harga yang layak untuk petani. Harga pembelian pemerintah (untuk gabah) saja yang sering kami kritik, hanya naik dari Rp 3.700/kg ke Rp 4.200/kg. Padahal biaya produksi di usaha tani untuk 1 kg gabah kering panen itu sudah Rp 4.523/kg, ini hasil kajian AB2TI di bulan April lalu," papar Dwi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan, jika petani mendapatkan harga yang layak untuk hasil panennya, maka secara otomatis produktivitasnya akan meningkat.
"Kalau petani ini mendapatkan harga yang layak dengan hasil taninya, maka peningkatan produksi sudah otomatis. Karena petani jadi bergairah untuk bertanam, bergairah untuk meningkatkan produksi. Jadi pengambilan kebijakannnya salah," imbuh Dwi.
Dihubungi terpisah, Hermanto mengkritik rencana pemerintah menugaskan BUMN (PT Rajawali Nusantara Indonesia/RNI) untuk turut menggarap lumbung pangan, sehingga basisnya menjadi korporasi.
"Coba dicek lah ke Vietnam, ke Malaysia, ada korporasi atau BUMN yang menanam pangan atau padi? Nggak ada. Pertanian itu kan bahasa Inggrisnya agriculture. Jadi culture menanam padi itu, even di barat menanam gandum itu petani perorangan. Bukan korporasi. Jadi korporasi itu bermain di sistem logistiknya," ungkap Hermanto kepada detikcom.
Ia menyarankan agar pemerintah mengutamakan optimalisasi lahan persawahan yang sudah ada milik petani, dibandingkan membangun lumbung pangan nasional yang anggarannya cukup besar.
"Masyarakat sendiri banyak yang punya lahan tapi nggak bisa dia tanam karena nggak ada uangnya. Nah itu dioptimalkan saja yang belum ditanami. Itu lebih bermanfaat daripada mengucurkan miliaran bahkan triliunan tapi hasilnya nggak jadi. Kan sayang anggarannya sudah dikeluarkan tapi nggak berhasil," terang Hermanto.
Simak Video "Video Food Estate Bakal Dilanjutkan, Mentan: Untuk Masa Depan Negara"
[Gambas:Video 20detik]