Strategi Sri Mulyani Tarik Pajak Saat Ekonomi RI Terhantam Corona

Strategi Sri Mulyani Tarik Pajak Saat Ekonomi RI Terhantam Corona

Hendra Kusuma - detikFinance
Selasa, 07 Jul 2020 22:30 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hadiri rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI. Sri Mulyani membahas kondisi ekonomi di tahun 2020.
Menteri Keuangan Sri Mulyani/Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Muyani Indrawati mengungkapkan ada beberapa tantangan yang dihadapi pemerintah dalam menjaga perekonomian nasional di 2021, salah satunya dalam menarik penerimaan negara yang berasal dari pajak.

Hal itu menjadi tantangan, dikatakan Sri Mulyani karena pemerintah masih menerapkan program pemulihan ekonomi dari dampak Pandemi Corona.

"Untuk pajak sebetulnya kita berhati-hati mencari keseimbangan antara hak wajib pajak (WP) dengan bagaimana bisa collect penerimaan," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama DPD secara virtual, Jakarta, Selasa (7/7/2020).

Dalam postur APBN 2021, penerimaan negara yang ditarget 9,90-11% terhadap PDB, penerimaan dari perpajakan sekitar 8,25-8,69%. Sementara dari PNBP sekitar 1,60-2,30%, dan hibah antara 0,05-0,07% terhadap PDB.

Sedangkan belanja negara ditarget sebesar 13,11-15,17%, dengan rincian belanja pusat berkisar antara 8,81-10,22%, sementara anggaran transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sekitar 4,30-4,85% terhadap PDB.

Salah satu upaya pemerintah menjaga keseimbangan salam menarik penerimaan di masa pemulihan ekonomi adalah dengan memberikan banyak insentif. Tujuannya, agar menjaga keberlangsungan usaha.

"Kita nggak ingin WP jadi korban, karena kalau WP dipajakin terus mati itu ekonomi terus mati. Makanya dalam tahun 2020 insentif pajak luar biasa banyak untuj sektor-sektor usaha," ujarnya.


Sebelumnya, Kepala BKF Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan ada beberapa strategi yang akan dijalankan pemerintah dalam mengejar target penerimaan perpajakan di tahun 2021.

"Kita masuk reformasi perpajakan, penerimaan perpajakan kita relatif rendah dibanding negara sebanding, reform perpajakan ini tidak selesai dalam 1 tahun," kata Febrio di ruang rapat Banggar DPR RI, Rabu (24/6/2020).

Dalam reformasi perpajakan ini, dikatakan Febrio, pemerintah akan menurunkan tarif PPh badan dari 25% menjadi 22% dan turun lagi menjadi 20%. Keputusan tersebut dipastikan akan menurunkan penerimaan namun dalam jangka panjangnya bisa menambah subjek pajak Tanah Air.

Selanjutnya, pemerintah juga akan meminimalisir perpajakan yang tidak adil, mengembangkan platform nasional logistik, pemanfaatan big data dalam menarik kewajiban perpajakan.

Menurut Febrio, pemerintah belum bisa menerapkan ekstensifikasi dan intensifikasi di saat pandemi Corona. Pemerintah justru akan melanjutkan beberapa stimulus atau insentif kepada dunia usaha di 2021, salah satunya penurunan tarif PPh Badan.

"Ini diharapkan bisa membuat sustain penerimaan perpajakan meskipun tarifnya turun," jelasnya.


Hide Ads