Presiden Joko Widodo (Jokowi) khawatir dengan ancaman krisis ekonomi dunia lantaran sejumlah lembaga internasional merilis angka proyeksi minus untuk laju perekonomian di 2020. Contohnya proyeksi dari Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), yang menyebutkan kontraksi ekonomi global diprediksi mencapai minus 6 hingga 7,6%.
Pengamat ekonomi Piter Abdullah mengatakan ada beberapa indikator yang bisa dijadikan acuan jika terjadi krisis ekonomi.
"Krisis terjadi apabila dunia usaha collapse atau bangkrut, dan kemudian merambat ke sistem keuangan," kata Piter saat dihubungi detikcom, Jakarta, Kamis (9/7/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menilai, saat ini ekonomi dunia masih belum masuk zona krisis ekonomi. Meski demikian dirinya mengaku resesi atau pemerosotan ekonomi berpotensi terjadi.
Sementara Peneliti dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Fajar B. Hirawan mengatakan tanda-tanda krisis ekonomi mulai nampak.
"Yang paling kasat mata ditandai dengan kontraksi yang terjadi di hampir seluruh sektor ekonomi. Khususnya pada indsutri manufaktur dan perdagangan, serta konsumsi rumah tangga dan investasi," kata Fajar.
Tanda selanjutnya yang sudah sangat terlihat, dikatakan Fajar adalah realisasi pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan memproyeksi tumbuh minus 3,8%, yang paling terbaru berada di rentang -3% sampai -5,1%.
"Jika ditanya apakah ada tanda-tanda krisis, ya jelas ada, apalagi kuartal II-2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia dipastikan akan negatif. Di kuartal I-2020 saja pertumbuhan ekonomi kita sudah turun sangat siginifikan. Kemudian karena semua aktivitas ekonomi cenderung melambat mulai April 2020, maka kinerja ekonomi akan semakin terkoreksi lebih dalam lagi," ujarnya.
Klik halaman selanjutnya.
Simak Video "Video Menkeu Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI Jadi 4,7-5%"
[Gambas:Video 20detik]