Jakarta -
Digitalisasi diyakini bisa menjadi jalan keluar bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) bertahan di tengah-tengah krisis seperti pandemi COVID-19 ini. Sayangnya, masih sedikit pelaku usaha yang sudah masuk ekosistem digital.
Berdasarkan data terakhir Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) dari total 64,19 juta pelaku UMKM di Tanah Air, baru 13% yang terhubung dengan pasar daring atau marketplace.
Menurut, Deputi Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Eddy Satriya kendala utama yang membuat UMKM sulit diajak beralih ke marketplace adalah karena rendahnya pemahaman teknologi dari para pelaku UMKM itu sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemahaman teknologi di UMKM kita masih rendah. Padahal di dalamnya mencakup proses pemasaran, ini kendala yang kita hadapi," ujar Eddy dalam webinar dengan WhatsApp, Selasa (21/7/2020).
Lalu, kendala berikutnya adalah soal ketersediaan akses internet yang terbatas. Padahal, akses internet menjadi bagian penting dalam kegiatan ekonomi digital, sehingga diperlukan jaringan internet yang stabil. Sedangkan, sebagian besar pelaku usaha UMKM tersebar di daerah.
"Maka, ketersediaan akses menjadi kendala atas program UMKM go online," tambahnya.
Lalu, soal kamanan transaksi. Menurut Eddy masih banyak konsumen di Indonesia yang mengkhawatirkan keamanan bertransaksi secara online. Hal itu dinilai menjadi kendala tersendiri dalam mencetak lebih banyak UMKM ke marketplace.
Terakhir, permodalan yang terbatas. Tidak dipungkiri menjalankan kegiatan bisnis berbasis digital juga perlu ditunjang telepon genggam dan layanan akses internet yang memadai. Namun, sayangnya pelaku usaha di sektor ini didominasi oleh usaha kecil yang mempunyai modal terbatas. Sekaligus tenaga kerja dengan keahlian yang terbatas.
Meski begitu, Kemenkop UKM, menurut Eddy bakal terus meningkatkan koordinasi dengan sejumlah kementerian/lembaga terkait serta BUMN, Perguruan Tinggi, Swasta, dan Startup. Tujuannya untuk meminimalisir kendala-kendala tersebut.
Adapun kegiatan yang dilakukan, yakni pengadaan akses/infrastruktur digital, akses pembiayaan, pelatihan, pendampingan, inkubator, dan sistem informasi digital UMKM. Dengan output yang dihadapkan ialah produksi meningkat, omzet meningkat, skala usaha meningkat, dan manajemen usaha meningkat.
"Pada akhirnya terbentuk komunitas UMKM berbasis digital. Sehingga UMKM naik kelas," katanya.
Sementara itu Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir memperkirakan Indonesia dapat meraup pemasukan mencapai US$ 133 miliar setara Rp 1.862 triliun (kurs Rp 14.000/US$) pada 2025. Meskipun saat ini ekonomi digital di Indonesia baru mencapai 49%. Hal itu ditandai dengan masih rendahnya jumlah UMKM yang memanfaatkan bisnis digital.
"Ekonomi digital akan terus berkembang pesat. Pemerintah sendiri menargetkan keuntungan dari ekonomi digital pada 2025 mencapai US$ 133 miliar," ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, saat ini jumlah UMKM yang menjajaki pasar digital baru mencapai 13% atau sekitar 8 juta usaha. Sementara, total jumlah UMKM di Tanah Air mencapai 64,19 juta yang mana sebanyak 63,35 juta di antaranya ialah pelaku usaha mikro.
Padahal sektor usaha ini tercatat mampu menyerap sampai 97% tenaga kerja di dalam negeri. Selain itu, UMKM juga berkontribusi sebesar 61,07% terhadap produk domestik bruto (PDB) dan 14,37% terhadap ekspor nonmigas RI.
Simak Video "Video: APINDO Sebut UMKM RI Masih Keterbatasan Akses Modal"
[Gambas:Video 20detik]