Ini Dia 4 Biang Kerok yang Bikin Ekspor RI Terganjal

Ini Dia 4 Biang Kerok yang Bikin Ekspor RI Terganjal

Vadhia Lidyana - detikFinance
Rabu, 22 Jul 2020 11:43 WIB
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Terminal 3 Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/2/2020). Selama Januari 2020, ekspor nonmigas ke China mengalami penurunan USD 211,9 juta atau turun 9,15 persen dibandingkan bulan sebelumnya (mtm). Sementara secara tahunan masih menunjukkan pertumbuhan 21,77 persen (yoy).
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto membeberkan 4 hambatan bagi perdagangan internasional khususnya ekspor Indonesia yang muncul di tengah pandemi virus Corona (COVID-19).

"Pada masa sulit seperti ini beberapa tantangan besar yang dihadapi dalam perdagangan global," ujar Agus dalam webinar Seller Market Orientation Kadin, Rabu (22/7/2020).

Hambatan pertama ialah perubahan perilaku konsumen, utamanya konsumen produk Indonesia di luar negeri selama pandemi Corona ini. Lalu, pola perdagangan juga terpaksa berubah karena permintaan konsumen yang cenderung mengarah pada perdagangan digital.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Konsumen menjadi lebih selektif dalam membeli barang dan memprioritaskan keamanan dan higienitas suatu produk. Pola perdagangan juga bergeser karena pandemi ini, dan berkembangnya digital trade dari konvensional ke online atau e-commerce," jelas Agus.

Kedua, meningkatnya praktik proteksionisme negara-negara selama pandemi Corona. Kondisi yang merugikan dunia usaha ini membuat berbagai negara ingin melindungi industri dalam negerinya.

ADVERTISEMENT

"Saat ini banyak negara yang melakukan hambatan perdagangan dengan alasan melindungi industri dalam negeri dan konsumennya. Beberapa kebijakan seperti antidumping, subsidi, safeguard yang diterapkan banyak negara seperti Uni Eropa (UE), Amerika Serikat (AS), Brasil. Selain itu itu sanitary dan phytosanitary, technical barrier to trade (TBT), lingkungan dan sustainability juga banyak diangkat," ungkap dia.

Kemudian, perjanjian dagang yang tengah dalam proses untuk nantinya bisa diimplementasikan mengalami hambatan. Misalnya saja Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Padahal, perjanjian dagang itu tengah dikejar untuk meningkatkan aktivitas ekspor Indonesia.

"COVID-19 juga menyebabkan perundingan kerjasama perdagangan antarnegara menjadi sulit diselesaikan. Beberapa perjanjian yang sudah diratifikasi dan saat ini dalam tahap implementasi juga perlu terus didorong agar akses pasar produk Indonesia meningkat," tutur Agus.

Terakhir, adanya potensi defisit dan resesi ekonomi akibat ketegangan ekonomi global yang disebabkan oleh tak kunjung usainya perang dagang AS-China, Jepang-Korea Selatan, Hongkong-China, dan juga protes AS dan UE terhadap Turki.

"Selain itu gesekan politik ekonomi UE dan Amerika Serikat yang memprotes Turki karena peralihan fungsi Hagia Sophia dari museum menjadi masjid juga kemungkinan dapat mempengaruhi kondisi perdagangan di negara-negara tersebut," pungkas dia.




(fdl/fdl)

Hide Ads