Pada Februari 2020 lalu, Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (AS) (USTR) mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang dan dinyatakan sebagai negara maju dalam perdagangan internasional.
Sayangnya di balik keputusan AS mengangkat Indonesia ke level negara maju, ada 'ancaman' defisit neraca perdagangan yang makin dalam. Itu bisa terjadi karena Negara Paman Sam itu akan mencabut fasilitas Generalize System of Preference (GSP) atau keringanan bea masuk impor barang ke AS yang selama ini diberikan untuk negara berkembang.
Tak hanya itu, di akhir tahun 2019 AS melakukan peninjauan perdagangan dengan RI untuk keputusan memperpanjang GSP atau tidak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga saat ini, keputusan akan RI masih dapat menikmati GSP atau tidak, tak kunjung datang. Menurut Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga, ada beberapa hal yang AS minta untuk direvisi agar GSP dapat diperpanjang.
Salah satunya permintaan AS agar Indonesia mengubah kebijakan data transaksi dagang dan impor hortikultura. Meski begitu, Jerry optimistis persoalan dapat diatasi dan GSP dapat dinikmati kembali.
"Ada banyak isu dalam pembahasan GSP ini. Sebagian besar sudah kita selesaikan, tinggal dua itu. Jadi kita optimis yang dua itu juga bisa kita selesaikan," kata Jerry dalam keterangan resminya, Kamis (23/7/2020).
Ia mengatakan, fasilitas GSP sangat penting karena dengan skema ini Indonesia mendapatkan pengurangan tarif sehingga diharapkan mendorong volume ekspor.
"Dampaknya cukup baik. Berdasarkan data kami, pada 2018 nilai ekspor Indonesia dari pos tarif yang mendapatkan fasilitas GSP naik 10% dari US$ 1,9 miliar menjadi US$ 2,2 miliar. Pada tahun lalu meningkat lagi hingga lebih dari US$ 2,5 miliar," terang Jerry.
Ia mengatakan, saat ini perundingan dengan AS untuk membahas penyelesaian isu-isu GSP terhambat pandemi COVID-19, namun akan segera dilanjutkan kembali.
Jerry mengatakan, fasilitas GSP ini tak hanya menguntungkan Indonesia. Dengan GSP ini, maka produk-produk AS juga lebih mudah masuk ke Indonesia, sehingga ada keseimbangan.
"Jadi keuntungannya ada di kedua belah pihak. Bukan hanya adanya kemudahan eksportir Indonesia, tapi sebenarnya Amerika Serikat juga diuntungkan. Produk-produk hortikultura, dairy, kedelai dan lain-lain dari Amerika itu volumenya besar. Dengan GSP ekspor-impor kedua negara akan berjalan lebih baik," pungkasnya.
(ara/ara)