Tak hanya mengakibatkan gejolak sosial ekonomi, pelarangan ekspor benur lobster ternyata tidak juga efektif menjaga populasi lobster. Lantaran, masih banyak yang melakukan penyelundupan besar-besar terhadap benur lobster. Sehingga, ujung-ujungnya negara tetap terancam akan kepunahan lobster ditambah kehilangan salah satu sumber penghasilannya.
"PPATK pernah merilis kerugian negara sampai Rp 1 triliun, itu yang ter-detect. Nah karena aspirasi itu, Pak Edhy langsung memerintahkan tim untuk mengkaji. Jadi tidak serta merta mencabut Permen 56/2016 kemudian membuat Permen 12/2020. Tapi ada prosesnya dilakukan kajian-kajian internal, tim kita dikumpulkan. Pak Menteri juga membentuk tim eksternal yang dinamai KP2 yang dibentuk Pak Effendi Ghazali lalu isinya para pakar, Rokhmin Dahuri guru besar perikanan IPB dan lain-lain," paparnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari hasil kajian tim eksternal tersebut disimpulkan bahwa ada potensi yang besar untuk membudidayakan benur lobster. Sebab, 1 lobster dewasa mampu bertelur hingga 1 juta benur serta mampu berproduksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya.
"Dari proses panjang muncullah Permen 12/2020 tentang izin menangkap benur, budidaya, dan ekspor. Tapi semangat utamanya adalah budidaya terlebih dahulu. Kemudian dari situ kita ngambil kesimpulan, Pak Edhy ingin membawa banyak manfaat pada nelayan. Dengan dibukanya Permen 12/2020, semua pihak mendapat keuntungan. Para pengusaha yang ekspor dapat untung dan negara mendapatkan PNBP atau pemasukan," pungkasnya.
Meski begitu, pihaknya bakal tetap mengkaji jalannya kebijakan tersebut. Mulai dari dampaknya terhadap populasi lobster hingga ekosistem laut secara menyeluruh.
Simak Video "Video: Polisi Buru Pemilik Koper Berisi 11 Ribu Benih Lobster di Batam"
[Gambas:Video 20detik]
(dna/dna)