Pandemi COVID-19 membuat pemerintah memutar otak untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan. Salah satunya dengan cara penarikan utang. Apalagi saat ini defisit anggaran diproyeksi akan melebar.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengungkapkan untuk menambal defisit itu pemerintah akan menerbitkan surat berharga negara (SBN) dengan nilai Rp 900,4 triliun.
"Bagaimana memenuhi kebutuhan di sisa semester II tahun ini? Pertama kita lihat, setelah menerbitkan kurang lebih Rp 630 triliun, jadi sisa semester II masih harus Rp 900,4 triliun," kata dia dalam diskusi online, Jumat (24/7/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan penerbitan SBN tersebut salah satunya dilakukan dengan skema private placement yang akan dibeli oleh Bank Indonesia (BI).
Untuk itu, pemerintah telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) dengan BI. Dalam perjanjian ini disepakati bawah BI akan membantu pembiayaan BI yang disebut dengan burden sharing. Nantinya, BI akan menanggung bunga 100% untuk kebutuhan pembiayaan public goods yang tercatat sebesar Rp 397,6 triliun.
Penerbitan SBN yang langsung dibeli BI tersebut tidak akan dilakukan secara langsung tapi bertahap sesuai dengan kebutuhan pembiayaan pemerintah. Namun, ia tidak menyebutkan berapa nilai penerbitan untuk tahap awal ini.
"Khusus melalui private placement tidak melalui lelang biasa atau mekanisme market. Jadi, nanti mekanismenya adalah pemerintah ada kebutuhannya. Jadi Rp 397 triliun itu kan nggak sekaligus, sesuai dengan kebutuhan. Nanti BI akan membeli SBN sesuai kebutuhan," kata dia.
Selain itu, Kemenkeu juga akan menerbitkan SBN ritel dengan nilai sebesar Rp 35 triliun hingga Rp 40 triliun.
Baca juga: 5 Lembaga Asing yang Kasih Utang ke RI |
Kemenkeu juga mengeluarkan Samurai Bond, atau obligasi pemerintah dengan denominasi yen Jepang, yang telah dieksekusi pada periode Juli ini dengan nilai mencapai Rp 13,5 triliun atau 1 juta yen Jepang.
Sisanya, pemerintah juga akan menerbitkan SBN di pasar dengan rata-rata nilai penerbitan sebesar Rp 35 triliun hingga Rp 40 triliun. "Penerapan SKB dengan BI masih berlangsung, SKB I BI sebagai standby buyer, SKB II untuk public goods," jelas dia.
Pemerintah juga bekerjasama dengan organisasi multilateral dengan jumlah dana yang saat ini berada dalam pipeline sekitar US$ 5,5 miliar dari keseluruhan rencana penarikan pinjaman program sebesar US$ 7,3 miliar di tahun 2020.
"Selain itu juga rencana pinjaman luar negeri atau proyek yang sementara ini ditunda, semester II direncanakan akan sebesar Rp 24,2 triliun," jelas Luky.
(kil/dna)