Neraca perdagangan Indonesia sejak Januari-Juni 2020 atau selama pandemi virus Corona (COVID-19) terus mengalami surplus dengan akumulasi sebesar US$ 5,5 miliar. Meski begitu, surplus ini tak serta-merta akibat impor yang menurun, tetapi ekspor juga mengalami penurunan.
"Capaian surplus ini bukan semata-mata karena ekspor yang meningkat, atau pun mengalami perbaikan. Karena baik ekspor maupun impor semua negara terdampak, sehingga di semester I-2020 ini ekspor mengalami penurunan, tetapi penurunan impor jauh lebih dalam. Sehingga ini juga yang menjadikan surplus neraca perdagangan di semester I-2020," kata Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kasan Muhri dalam webinar Bisnis Indonesia, Selasa (28/7/2020).
Misalnya saja ekspor di bulan Juni 2020 yang sebesar US$ 12,03 miliar. Angka ini turun 5,49% atau US$ 76,41 miliar secara tahunan atau year on year (yoy).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Kasan membeberkan ada empat produk yang justru meningkat ekspornya dibandingkan dengan tahun 2019. Produk tersebut antara lain minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) serta produk turunannya, perhiasan/permata, alas kaki, serta besi dan baja.
"Ada 4 produk yang masih mencatat kenaikan baik volume dan harganya seperti CPO dan turunannya, lalu perhiasan juga meningkat signifikan, lalu alas kaki atau sepatu juga mencatat kenaikan yang signifikan, lalu besi dan baja terutama produk-produk veronikel dari Sulawesi," terang Kasan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor CPO dan produk turunannya dari bulan Januari-Juni 2020 senilai US$ 8,9 miliar atau meningkat 10,8% dibandingkan tahun 2019. Lalu, ekspor perhiasan/permata senilai US$ 4,3 miliar atau naik 36,3% dibandingkan tahun 2019 (yoy). Begitu juga dengan alas kaki dengan nilai ekspor US$ 2,5 miliar atau naik 13,5% yoy. Terakhir, besi dan baja dengan nilai ekspor US$ 4,5 miliar atau naik 35% yoy.
Sementara, untuk negara tujuannya, terutama di 5 negara dari 10 negara tujuan ekspor utama Indonesia juga mengalami kenaikan ekspor di periode Januari-Juni 2020 jika dibandingkan periode yang sama di tahun 2019. Adapun ekspor yang meningkat antara lain ke Amerika Serikat (AS) senilai US$ 8,6 miliar atau naik 1,6%, Swiss senilai US$ 1,1 miliar atau naik 217,8%, Pakistan senilai US$ 900 juta atau naik 3,1%, China senilai US$ 12,8 miliar atau naik 12%, dan ke Australia senilai US$ 1,1 miliar atau naik 14,9% yoy.
"Meskipun tadi sudah disinggung status beberapa negara yang resesi, dan tidak resesi, termasuk juga Australia, tapi kalau kita lihat kinerja ekspor ke 10 negara utama, misalnya ke AS kita masih mencatat kenaikan hampir 2%, ke Swiss juga demikian, terutama ditopang oleh perhiasan. Ke Australia juga demikian. Lalu ke RRT juga mencatat kenaikan 12%," urai Kasan.
Sementara itu, 5 negara lainnya sebagai tujuan utama ekspor Indonesia seperti India, Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Malaysia mengalami penurunan ekspor yang cukup dalam.
"Namun ke negara lain seperti India, Jepang, Singapura, Malaysia, dan Korea Selatan memang mengalami penurunan. Tetapi penurunan yang paling besar itu ke Malaysia 20%, lalu ke India 16,8%. Tapi ke Singapura dan Jepang relatif tidak terlalu besar dibandingkan Malaysia dan India," ungkap dia.
Baca juga: Jika Negara Lain Resesi, Apa Efeknya ke RI? |
(eds/eds)