Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2020 diramal kontraksi alias minus. Hal ini karena banyak indikator perekonomian yang memburuk seperti daya beli yang merosot tajam hingga angka-angka kegiatan bisnis yang terus mengalami penurunan.
Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengungkapkan golongan masyarakat yang paling pertama terdampak adalah kalangan miskin dan hampir miskin. Ini karena pendapatan mereka yang terbilang rendah dan tertekan perekonomian.
"Pertama itu masyarakat miskin dan hampir miskin. Karena pendapatan mereka rendah banget, apalagi dengan situasi pertumbuhan ekonomi saat ini," kata Tauhid saat dihubungi detikcom, Selasa (4/8/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengungkapkan dengan rendahnya ekonomi maka pendapatan akan menurun drastis. "Ini karena jumlah penduduk tetap tapi produk domestik bruto (PDB) turun, artinya uang yang dikelola masyarkata pada kuartal yang sama berbeda kan dibandingkan dengan kuartal sebelumnya," ujar dia.
Tauhid mengungkapkan dengan minusnya perekonomian ada kemungkinan pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaan. Hal ini karena para perusahaan melakukan evaluasi proyeksi terkait produksi dan penjualan barang atau jasa yang mereka hasilkan.
Dengan turunnya ritel, PMI dan pertumbuhan kredit hanya 3% dari sebelumnya pada angka 11% hal ini menunjukkan dunia usaha terpukul. "Salah satunya adalah dengan pengurangan karyawan sangat bisa terjadi, karena memang situasinya sangat sulit," jelas dia.
Ekonom PT Permata Bank Josua Pardede mengungkapkan saat ini konsumsi rumah tangga menunjukkan tren penurunan yang signifikan sepanjang kuartal II tahun 2020 di mana laju pertumbuhan penjualan ritel pada April-Juni 2020 tercatat terkontraksi -14,4% yoy dibandingkan laju penjualan ritel pada 2Q19 yang tercatat -1,8% yoy.
Sementara itu indeks kepercayaan konsumen pada periode 2Q20 juga menunjukkan tren yang menurun cukup signifikan sekitar -33,7%yoy pada akhir Juni 2020. Selain itu, laju pertumbuhan nilai tukar petani pada 2Q20 tercatat 0,15%yoy dari kuartal sebelumnya yang tercatat 1,7%yoy.
Pertumbuhan penjualan mobil mengalami kontraksi -70,4%yoy dari kuartal II tahun 2019 yang tercatat -10,7%yoy. Selain penjualan mobil yang mengalami pertumbuhan negatif, penjualan motor juga mengalami kontraksi -79,7% yoy dari kuartal II tahun 2019 yang tercatat -0,01% yoy.
Selain itu, impor barang konsumsi sepanjang kuartal II tahun 2020 tercatat tumbuh -11,9%yoy dari periode yang sama tahun 2019 yang tercatat -4,7%yoy.
Pertumbuhan PMTB pada 2Q20 diperkirakan mengalami kontraksi di kisaran -5,34%yoy dari kuartal II tahun 2019 yang tercatat 4,55%, dimana investasi bangunan dan non-bangunan cenderung melambat.
Hal tersebut terindikasi dari pertumbuhan penjualan semen yang terkontraksi -20,4%yoy pada kuartal II tahun 2020, dari kuartal II tahun 2019 yang tercatat -7,1%yoy. Kontraksi penjualan semen mengindikasikan investasi bangunan sepanjang periode April-Juni 2020 mengalami penurunan.
Selain itu, investasi non-bangunan juga melambat terindikasi dari impor barang modal sepanjang 2Q20 tercatat terkontraksi -20,1%yoy dari kuartal II tahun 2019 yang tercatat -8,1%yoy.
Penjualan alat berat pada kuartal II-2020 pun juga tercatat terkontraksi -67,9%yoy dibandingkan periode yang sama tahun yang lalu yang tercatat -40,1%yoy.
"Konsumsi pemerintah diperkirakan melambat tipis sekitar -1,55%yoy dari kuartal II tahun 2019 yang tercatat 8,2%yoy seiring dengan realisasi laju pertumbuhan belanja K/L yang tercatat melambat menjadi -2,9%yoy dari periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat 4,9%yoy," ujarnya.
(kil/dna)