Siap-siap Kena PHK Jika RI Masuk Jurang Resesi

Siap-siap Kena PHK Jika RI Masuk Jurang Resesi

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Minggu, 09 Agu 2020 09:41 WIB
Pengunjung berada di sekitar layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Kamis (13/2). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini pukul 12.00 menurun-0,67% ke posisi 5,873,30. Pergerakan IHSG ini masih dipengaruhi oleh sentimen atas ketakutan pasar akan penyebaran wabah virus corona.
Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Indonesia saat ini disebut sudah berada di ambang resesi. Pasalnya perekonomian kuartal II 2020 sudah mengalami kontraksi 5,32%.

Resesi adalah kondisi yang terjadi saat produk domestik bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi suatu negara kontraksi atau negatif selama dua kuartal.

Lalu apa yang terjadi jika RI benar-benar mengalami resesi?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ekonom Senior INDEF Aviliani mengungkapkan resesi bukanlah akhir dari segalanya, resesi terjadi karena pertumbuhan ekonomi selama dua kuartal berturut-turut minus.

"Itu bukan seolah dunia ini kiamat kalau resesi. Ciri-cirinya apabila dua kuartal berturut-turut negatif itu resesi. Nah kalau dua kuartal negatif ini banyak perusahaan yang harus mengefisienkan biayanya karena itu harus PHK orang," kata Aviliani dalam Webinar Duta Bangsa, Sabtu (8/8/2020).

ADVERTISEMENT

Selain itu penghasilan orang akan terganggu karena perusahaan melakukan PHK atau pemangkasan gaji. Oleh karena itu masyarakat diminta bersiap-siap jika kena PHK, bagaimana mengatur keuangan, paling tidak jika kondisi membaik baru bisa hidup layak lagi.

Jika usahawan maka harus memutar otak, selain efisiensi apalagi usaha yang harus dilakukan. Menurut Aviliani jika memang terjadi resesi jangan diam saja dan menunggu waktu.

Menurut dia saat ini memang pemerintah lambat membelanjakan stimulus baru 20% padahal seharusnya sudah 60%. Aviliani menjelaskan akibat COVID-19 ini memang banyak orang yang mengerem atau mengurangi belanja.

Padahal konsumsi dan belanja itu dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan.

"Sekarang orang-orang kaya ini punya uang di bank, terlihat dari pertumbuhan dana pihak ketiga yang mencapai 8%. Konsumsinya nggak banyak mereka," jelas dia.

Menurut Aviliani, ekonomi Indonesia diproyeksi akan membaik pada kuartal IV tahun ini karena banyak stimulus yang digelontorkan oleh pemerintah.

Persiapan Uang

Perencana Keuangan Zelts Consulting Ahmad Gozali mengatakan, masyarakat bisa mulai menyiapkan dana cadangan agar tahan banting dari efek resesi tersebut. Besaran dana cadangan yang disiapkan jumlahnya bisa 3-12 bulan pengeluaran bulanan mereka.

Contoh, pengeluaran bulanan 1 keluarga adalah Rp 5 juta/bulan dikali 12 bulan, maka setiap keluarga minimal harus punya dana cadangan sebesar Rp 60 juta untuk bertahan hidup sampai 1 tahun kemudian. Tujuannya tentu untuk jaga-jaga apabila terjadi badai PHK atau pemotongan gaji mendadak.

"Dana likuid ini untuk cadangan pengeluaran jika terjadi masalah dengan penghasilan. Saya sarankan agar tiap keluarga punya dana cadangan setara dengan 3 sampai 12 kali pengeluaran bulanan. Sebab, lapangan kerja akan semakin sulit mengingat aktivitas ekonomi menurun," ujar Ahmad.

Dana cadangan yang dimaksud bisa disimpan dalam bentuk tunai, tabungan, deposito atau emas. Bila belum memiliki dana cadangan sebesar 12 bulan pengeluaran, maka upayakan terus menyisihkan 10-20% gaji ke dalam dana cadangan tersebut sampai jumlah yang ditakar mencapai targetnya.

"Dana cadangan bentuknya cash, tabungan, deposito, emas. Jika saldonya sudah dalam batas aman 3-12 bulan pengeluaran, berarti sudah aman, tidak perlu ditambah. Jika kurang dari itu, maka diisi dengan setoran dari penghasilan (bisa 10% sampai 20%) atau mengubah dari aset investasi lain ke dalam bentuk yang likuid tadi," paparnya.



Simak Video "Pesan Jokowi ke Pemerintah yang Baru: Hati-hati Mengelola Negara"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads