Kepala Satgas Penanganan COVID-19 Doni Monardo mengungkapkan betapa pemerintah kewalahan saat awal merebaknya virus Corona di Indonesia. Bahkan kala itu Indonesia kekurangan alat pelindung diri (APD) untuk tenaga medis hingga akhirnya terpaksa 'merampok' dari gudang sebuah perusahaan.
"Kita pada awalnya sangat kewalahan, bahkan kita nyaris tidak memiliki APD. Pada tanggal 21 Maret semua APD yang ada di rumah sakit itu nyaris habis dan hampir semua kepala rumah sakit menghubungi kami melaporkan tentang APD habis," kata dia saat bertemu dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Menara Kadin, Jakarta, Senin (10/8/2020).
Semestinya, berdasarkan informasi yang dia terima dari salah satu pejabat di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), sesuai SOP setiap Puskesmas dan setiap rumah sakit minimal memiliki 50 set APD. Tetapi kenyataannya tidak terpenuhi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian dirinya mendapat informasi dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahwa ada sebuah perusahaan milik Korea Selatan (Korsel) di daerah Jawa Barat (Jabar) yang kala itu akan mengekspor 270 ribu APD.
"Nah ini sesuai ketentuan sudah tidak dibenarkan untuk mengirimkan ke luar negeri. Kemudian Ibu Menteri Luar Negeri (Retno Marsudi) berkoordinasi dengan Duta Besar Korea Selatan agar sebagian dari APD itu bisa dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia," jelasnya.
Sayangnya persoalan krisis APD di rumah sakit belum terselesaikan sebab manajemen atau sistem yang ada pada saat itu dinilai sangat merepotkan.
"Tidak ada kepastian bahwa itu akan dibeli oleh pemerintah karena harganya yang sangat mahal US$ 80 pada saat itu. Tetapi akhirnya kami selaku pimpinan BNPB juga selaku Ketua Gugus Tugas harus mengambil keputusan antara memilih harga yang mahal atau kehilangan nyawa," jelasnya.
Mengingat kata dia pada 21 Maret, 15 orang dokter telah wafat. Akhirnya dengan cepat pihaknya mengambil APD dari gudang perusahaan Korsel tersebut.
"Saya bekerja sama dengan tim dari Mabes TNI untuk mohon maaf 'merampok' APD yang ada di gudang perusahaan yang akan ekspor, dan tidak ada satu potong pun surat yang memberitahukan kepada perusahaan tersebut bahwa itu kita beli. Jadi semata-mata harus menyelamatkan tenaga dokter," lanjut Doni.
Lalu pada akhirnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) itu menjelaskan harga APD yang kala itu dinilai mahal, disepakati dengan harga yang lebih terjangkau sesuai standar dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
(toy/ara)