Senjata Utama Pemerintah Lawan Resesi yang Dampaknya Ngeri

Senjata Utama Pemerintah Lawan Resesi yang Dampaknya Ngeri

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Selasa, 11 Agu 2020 08:15 WIB
Pandemi virus Corona membuat dunia usaha babak belur.  COVID-19 juga diproyeksi mendatangkan malapetaka pada ekonomi Indonesia, bahkan dunia.
Ilustrasi/Foto: Antara Foto
Jakarta -

Pemerintah berupaya mencegah tekanan ekonomi agar Indonesia tak masuk jurang resesi. Agar tak masuk resesi, pemerintah mengandalkan anggaran negara.

Sekretaris Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Raden Pardede mengatakan, dalam kondisi seperti ini, hanya fiskal pemerintah yang bisa berperan secara optimal.

"Memang dalam situasi krisis seperti ini bisnis yang berfungsi secara optimal adalah bisnisnya pemerintah. Bisnis pemerintah adalah fiskal. Kebijakan fiskal lah yang sangat berperan dan itu di mana-mana dilakukan seperti itu," katanya dalam teleconference, Senin lalu (10/8/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengatakan, swasta saat ini dalam kondisi hati-hati dalam membelanjakan uangnya bahkan cenderung menunda.

"Oleh karena itu, fiskal policy belanja pemerintah menjadi yang utama. Sudah akan digelontorkan Rp 695,2 triliun program pemulihan ekonomi nasional di samping program kementerian lembaga. Defisit kita kan hampir 6,3% PDB ini termasuk yang sangat besar sekali," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Kemudian, dia bilang, sektor usaha yang masih bisa diandalkan saat ini ialah komunikasi, makanan minuman, perdagangan online, dan obat-obatan.

"Jadi itu yang kelihatannya bisa tetap kita dorong. Karena biar bagaimana pun orang ingin beli barang-barang yang utama," ungkapnya.

Pada kesempatan itu, Raden menerangkan, resesi adalah kondisi di mana ekonomi kontraksi dua kuartal berturut-turut. Dia bilang, dampak resesi ialah penciptaan lapangan kerja rendah hingga gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Biasanya itu dicoba dihindari kenapa, karena dia punya dampak psikologis yang tidak mudah, resesi, penciptaan tenaga kerja juga sangat rendah, bahkan gelombang PHK yang besar sekali. Jadi kata-kata R (resesi) itu yang kita coba hindari sekarang ini," terangnya.

Ekonomi Minus Tak Bikin Kaget

Raden mengaku pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 yang minus 5,32% bukanlah hal yang mengagetkan. Sebab, hal itu tercermin dari data-data atau indikator ekonomi.

"Pertama tentu kita tidak kaget karena kita lihat berbagai data-data yang kita sebut indikator dini menunjukkan penurunan kegiatan secara signifikan dalam perekonomian kita sejak bulan April," katanya.

Dia mengatakan, penurunan kegiatan ekonomi sebenarnya sudah tampak pada Maret. Namun, penurunan secara drastis mulai tampak pada April.

Kondisi itu terjadi karena pemerintah meminta masyarakat bekerja dari rumah dan tidak berpergian.

"Sebab secara sengaja pemerintah menganjurkan bekerja dari rumah," terangnya.

Namun, turunnya ekonomi tak hanya terjadi di Indonesia. China, kata dia, pertumbuhan ekonominya turun sampai 6,5% pada kuartal I-2020. Sebab, virus ini menyebar di China pada kuartal IV tahun lalu. Negara-negara lain juga perekonomiannya tertekan cukup dalam karena Corona.

"Demikian juga berbagai negara lain seperti kita lihat Singapura minus sangat dalam, Amerika jadi kontraksi jauh lebih parah dari kita. Malaysia, Singapura, Amerika jadi seluruh dunia mengalami kontraksi. Jadi bukan sesuatu yang kaget namun tentu kita prihatin artinya kita harus mengambil langkah-langkah supaya mencegah kontraksi berlebihan lagi," paparnya.



Simak Video "Video Gibran: Indonesia Bisa Jadi Kekuatan Ekonomi Dunia Lewat Industri Halal"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads