Optimalkan Pajak, Pemkot Bogor Teken Kerja Sama dengan Kemenkeu

Optimalkan Pajak, Pemkot Bogor Teken Kerja Sama dengan Kemenkeu

Alfi Kholisdinuka - detikFinance
Kamis, 27 Agu 2020 15:59 WIB
Pemkot Bogor
Foto: Pemkot Bogor
Jakarta -

Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menjadi salah satu daerah dari 76 pemerintah daerah yang melakukan penandatanganan perjanjian kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan.

Perjanjian yang dilaksanakan dalam rangka optimalisasi pemungutan pajak pusat dan pajak daerah tersebut ditandatangani Wali Kota Bogor Bima Arya. Tujuannya untuk mengoptimalkan pelaksanaan pertukaran dan pemanfaatan data atau informasi perpajakan serta data perizinan.

Sebab, kata Kepala Bapenda Kota Bogor Deni Hendana, sangat mustahil melaksanakan optimalisasi tanpa adanya pertukaran data antarinstitusi pengelola pajak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pertukaran data ini adalah hal yang sangat maju bagi kita, di mana Pemda memberikan data pajak maupun data yang terkait pajak, salah satunya perizinan. Pemerintah pusat pun sebaliknya, dengan memberikan data-data yang diperlukan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (27/8/2020).

Selain itu ada juga bimbingan tentang pemeriksaan, penagihan, IT dan sebagainya. Hal itu dilakukan untuk penggalian potensi bersama terhadap wajib pajak tertentu sehingga data yang didapat daerah maupun pusat sama.

ADVERTISEMENT

"Esensi penandatanganan kegiatan ini adalah kepatuhan wajib pajak untuk melaporkan yang terbaik. Jika sudah patuh otomatis penerimaan pajaknya akan jauh lebih lancar," sebut Deni.

Sementara itu, Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti menyampaikan kontraksi pertumbuhan ekonomi di Indonesia banyak berdampak pada PSB atau PAD (Pendapatan Asli Daerah) bagi provinsi-provinsi sekitar Jawa dan Bali dengan kisaran lebih dari 20 persen.

Jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi, Bali yang terdampak secara berat. Sementara itu ada dua provinsi yang pertumbuhan ekonominya positif adalah Papua (4,52%) dan Papua Barat (0,53%).

"Berdasarkan data untuk seluruh daerah hasil re-alokasi anggaran telah mencapai Rp 87 triliun dan ini bisa digunakan untuk penanganan Covid-19 di seluruh daerah yang bersumber dari APBD," kata Astera.

Sebelumnya, Pemerintah pusat telah menggelontorkan dana lebih Rp 600 triliun untuk mengcover 3 bidang terbesar, yakni kesehatan, perlindungan sosial dan insentif-insentif sebagai dukungan pertumbuhan ekonomi. Diharapkan pada kuartal 3, ekonomi Indonesia mampu pick up karena banyaknya indikator yang menunjukkan terjadinya reborn di ekonomi.

Menurut Astera Pemda perlu memperkuat perpajakan daerah sebagai salah satu sumber PAD untuk kemandirian dan pemerataan pembangunan serta pelayanan pada masyarakat. Porsi terbesar dari APBD dari segi pendapatan rata-rata secara nasional tergantung dari transfer ke daerah, sementara besarnya PAD jika dilihat secara agregat rata-rata porsinya untuk daerah atau provinsi kisarannya 30-40%, sementara kab/kota kisarannya ada di angka 13 persen.

Upaya peningkatan pajak daerah seiring pemanfaatan teknologi informasi dalam pengelolaan pajak daerah dengan mendorong beberapa langkah diantaranya implementasi organisasi perpajakan yang tepat yang didukung peningkatan kapasitas SDM dalam pengelolaan pajak daerah dengan pemanfaatan teknologi informasi serta data yang terintegrasi. Selain itu perlunya kerja sama dengan para stakeholder.

"Kelemahan daerah adalah organisasi pengelola penerimaan pajak daerah belum fit padahal potensinya besar, banyak aturan daerah belum mengikuti aturan best practice pengelolaan pajak, selain itu up dating data dan transparansi yang masih perlu ditingkatkan. Jika hal itu ditingkatkan saya yakin PAD bisa ditingkatkan," pungkas Astera




(mul/ega)

Hide Ads