Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan telah terjadi deflasi selama dua bulan berturut-turut, yaitu sebesar 0,10% pada Juli dan sebesar 0,05% pada Agustus 2020.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, terjadinya deflasi selama dua bulan berturut-turut menandakan daya beli masyarakat atau tingkat konsumsi rumah tangga melemah dan butuh waktu untuk kembali ke titik normal.
"COVID ini menghantam semua lapisan masyarakat sehingga menurunkan daya beli. Kita berharap ke depan bisa dapat kembali, pemerintah sudah membuat kebijakan yang tertuang dalam pemulihan ekonomi nasional (PEN)." kata Suhariyanto dalam video conference, Jakarta, Selasa (1/9/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: BPS: Agustus Terjadi Deflasi 0,05% |
Dia menjelaskan, tren penurunan daya beli masyarakat atau tingkat konsumsi rumah tangga terjadi di hampir seluruh negara yang terdampak pandemi Corona. Tanda-tandanya adalah laju inflasi yang menurun bahkan mengarah ke deflasi.
Hal itu, dikatakan pria yang disapa Kecuk juga terjadi di Indonesia. Di mana terjadi deflasi dua bulan berturut-turut selama Juli dan Agustus yang masing-masing sebesar minus 0,10% dan minus 0,05%.
Berdasarkan komponennya, deflasi sebesar 0,05% ini terdiri dari inflasi inti 0,29% di Agustus 2020, harga yang diatur pemerintah (administered price) minus 0,02%, dan harga bergejolak (volatile food) minus 1,44%. Sementara dilihat dari tahun kalender atau dari Januari-Agustus 2020, untuk inflasi inti sebesar 0,93%, sedangkan harga diatur pemerintah 0,09%, dan harga bergejolak sebesar 0,32%.
"Catatan deflasi 0,05% karena sisi suplainya lumayan bagus karena itulah harga barang-barang dalam volatile price terjadi penurunan, di sisi lain daya belinya masih butuh waktu ke posisi normal," ungkapnya.
(hek/ara)