Petani bawang putih Desa Tuwel, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, saat in kebingungan menjual hasil panen mereka. Perubahan peraturan pemerintah menjadi persoalannya.
Keluhan itu disampaikan Ahkmad Maufur (37) Ketua Kelompok Tani Bawang Putih Desa Tuwel, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, di Desa Tuwel, Kamis (3/9/2020). Maufur menyampaikan, panen bawang putih double chromosome generasi keempat tahun ini produktivitasnya mampu mencapai 15,64 ton/hektar.
Pada masa pandemi COVID-19, menurut Maufur secara budidaya tidak terdampak. Aktivitas menanam, memelihara hingga panen berjalan normal dan tidak terpengaruh. Hanya saja petani saat ini mengalami tantangan ketidakpastian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain gangguan cuaca, petani juga menghadapi ketidakpastian dukungan pemerintah. Petani saat ini sangat tergantung kebijakan dari pemerintah.
Dijelaskan, kebijakan pemerintah semula mewajibkan para importir tanam bawang putih sebelum mendapatkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Sehingga hasil panen petani bisa terserap untuk bibit.
Namun sekarang, tidak lagi berpihak kepada petani. Untuk mendapatkan RIPH, importir diperbolehkan impor terlebih dulu, setelah itu wajib tanam dengan tenggang waktu sampai satu tahun.
"Semula, importir yang akan mendapatkan RIPH wajib tanam bawang. Sehingga budidaya bawang putih terus berkembang dan bibit (dari hasil panen) milik petani terserap untuk mengembangkan budidaya bawang putih. Sekarang sudah berubah, importir tidak perlu tanam untuk dapat RIPH," ungkap Maufur.
Sehingga petani yang tadinya memiliki semangat dan kegigihan membantu program pemerintah untuk swasembada bawang putih kembali kendor.
"Kebijakan pemerintah yang baru tersebut sangat berdampak bagi petani bawang putih. Yang tadinya hasil panen bawang putih kami dijadikan benih untuk menyuplai benih ke beberapa daerah untuk program wajib tanam, kini penyerapan sangat sedikit, sehingga hasil produksi kami hampir tidak laku," ungkap Maufur.
Hingga saat ini, kata Maufur, kelompoknya memiliki stok lebih dari 30 ton benih bawang putih di Desa Tuwel yang tidak terserap di pasaran. Bahkan terancam rusak karena kondisinya sudah banyak yang keropos terkena hama.
"Kelompok tani kami terus membeli hasil panen petani sebagai komitmen untuk menjaga petani agar mau berbudidaya. Namun, terancam tidak dapat menjual kembali sehingga potensi kerugian kami sangat besar. Belum jelas ke depannya mau seperti apa arah kebijakan pemerintah. Bawang putih yang sudah menjadi benih hasil panen 2019 saja masih belum terjual," tutur Maufur.
Ditambahkan Maufur, pemerintah harusnya mengeluarkan kebijakan baru. Selain importir wajib menanam, juga wajib membeli hasil panen sebagai salah satu solusi untuk menjaga petani tetap
berbudidaya.
"Perlu kehadiran dan keberpihakan pemerintah, kalau tidak ada kebijakan dari pemerintah maka dengan kondisi petani yang masih mencoba memperbaiki mutu dan kualitas serta produktivitas bawang putih lokal terancam kembali terpuruk dan tidak bisa bersaing dengan bawang putih impor," tegasnya.
Langsung klik halaman selanjutanya