Bahlil Buka-bukaan soal Korupsi yang Hambat Investasi RI

Bahlil Buka-bukaan soal Korupsi yang Hambat Investasi RI

Trio Hamdani - detikFinance
Selasa, 08 Sep 2020 15:39 WIB
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia
Foto: Mohammad Wildan/20detik
Jakarta -

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia buka-bukaan masalah korupsi yang bikin investor ogah menanamkan uangnya di Indonesia. Hal itu terlihat dari Indeks Persepsi Korupsi.

"Saya juga ingin menyampaikan bahwa persepsi korupsi di negara kita juga masih terlalu tinggi. Kita di urutan 85 dari 180 negara," kata Bahlil dalam konferensi pers virtual, Selasa (8/9/2020).

Bahlil menjelaskan kondisi tersebut menyebabkan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia kalah dari negara lain. ICOR adalah rasio efisiensi investasi. ICOR merupakan kebutuhan investasi terhadap peningkatan 1% produk domestik bruto (PDB).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ini, ujar dia, ICOR Indonesia di angka 6,6 atau kalah dari Thailand yang ada di angka 4,4, Malaysia 4,5, Vietnam 4,6 dan Filipina 3,7.

Oleh karena itu, celah-celah korupsi ini harus dihilangkan agar daya saing Indonesia dibandingkan negara lain bisa meningkat.

ADVERTISEMENT

"Sebenarnya kan pengusaha ini mohon maaf ya, pengusaha ini kalau izinnya dikasih baik-baik tanpa harus pakai cara-cara yang tidak elok itu mereka lebih senang. Tetapi kalau izinnya ditahan-tahan, di kompromi-kompromikan ya terpaksa kita pengusaha itu pasti banyak caranya. Tapi saya pikir sudah harus kita hentikan cara-cara ini karena pasti akan membuat nilai ICOR kita juga yang tidak terlalu positif," jelasnya.

Menurutnya, Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menjadi kunci untuk mencegah praktik korupsi tersebut. Sebab undang-undang ini akan membenahi aturan yang selama ini tumpang tindih dan menyebabkan korupsi merajalela.

"Korupsi tinggi itu juga terkait dengan izin-izin yang ada di daerah, ini bukan rahasia umum untuk kita, investasi terhambat juga karena izin yang tumpang tindih. Arogansi ego sektoral beberapa kali saya sampaikan. Nah di dalam undang-undang ini sebenarnya izin-izin yang ada pada daerah dan kementerian/lembaga itu semua ditarik dulu ke Presiden," paparnya.

Dia mencontohkan, saat ini yang berhak mengeluarkan izin lokasi adalah kepala daerah dan tidak ada jangka waktunya. Sementara dengan undang-undang Omnibus Law, daerah tetap boleh mengeluarkan izin lokasi tetapi Presiden bisa memberi batas waktu. Jika dalam jangka waktu tertentu tidak bisa diselesaikan maka akan ditarik ke pusat.

"Kenapa ini ditarik Presiden? itu kan pasal 163. Pasal 164-nya, Presiden mengembalikan izin itu kepada daerah, kementerian dan lembaga dengan PP agar mereka dikembalikan tapi disertai dengan norma standar NSPK (Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria)," tambah Bahlil.




(toy/ara)

Hide Ads