April 2020 lalu, Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi Puncak dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur). Dengan Perpres ini, pemerintah ingin mengatur Rencana Tata Ruang kawasan perkotaan yang dirasa perlu perbaikan karena sudah 12 tahun tak diubah.
Lalu, akan jadi seperti apa Jabodetabek-Punjur setelah disahkannya beleid tersebut?
Sebelumnya, pada sebuah konferensi pers, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil menjelaskan maksud dan tujuan pemerintah menerbitkan beleid tersebut. Melalui Perpres ini, pemerintah ingin peran Jabodetabek-Punjur sebagai pusat kegiatan perekonomian berskala internasional, nasional, maupun regional yang terintegrasi antara satu kawasan dan kawasan lainnya, berbasis daya dukung lingkungan dan memiliki keterpaduan dalam pengelolaan kawasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Maka Perpres ini diharapkan akan mengoreksi kelemahan-kelemahan yang ada selama ini sehingga penataan wilayah Jabodetabek-Punjur menjadi lebih efektif di masa yang akan datang," ujar Sofyan dalam konferensi pers virtual, di Jakarta Jumat (12/6/2020).
Sederhananya, pemerintah punya cita-cita besar membenahi segala permasalahan yang dihadapi oleh kawasan ini, agar ke depan kawasan ini bisa disandingkan dengan kota metropolitan di negara-negara maju lainnya.
"Intinya agar pembenahan di kawasan megapolitan Jakarta (istilah lain untuk Jabodetabek-Punjur) lebih efektif dan terintegrasi, sebagaimana layaknya pembangunan di metropolitan-metropolitan dunia," kata Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kementerian ATR/BPN, Wisnubroto Sarosa kepada detikcom, Rabu (9/9/2020).
Adapun kelemahan-kelemahan atau masalah yang hendak dibenahi lewat perpres ini adalah terkait beberapa isu strategis yang selama ini tak terselesaikan dengan baik. Salah satunya terkait masalah penanganan banjir.
"Penanganan megapolitan Jakarta (istilah lain untuk Jabodetabek-Punjur) tidak bisa hanya dilakukan oleh BKSP (badan kerjasama pembangunan) Jabodetabek yang merupakan forum koordinasi 3 Gubernur, karena pengelolaan kawasan tersebut perlu melibatkan pemerintah pusat. Contoh kasus banjir awal 2020 terdapat perbedaan persepsi antara Gubernur DKI dengan Menteri PUPR, padahal 49% anggaran penanganan banjir ada di (Pemprov) DKI Jakarta," ucapnya.