Jakarta -
Pembahasan Lumbung Pangan Nasional (food estate) di Kalimantan Tengah (Kalteng) antara Komisi IV DPR RI dengan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) kian memanas. Pembahasan bergulir dalam rapat kerja (Raker) antara Syahrul dengan Ketua Komisi IV DPR RI dari fraksi PDIP Sudin.
Dalam paparannya, Syahrul menjelaskan soal proyek lumbung pangan tersebut di atas lahan potensial 164.598 hektare (Ha). Lalu di tahun 2020 ini akan mulai ditanami komoditas padi di atas lahan intensifikasi sekitar 30.000 Ha atau tepatnya 28.315 Ha.
"Pada 2020 ini dilakukan pengolahan lahan melalui intensifikasi pertanian seluas 30 ribu Ha dengan harapan dapat menyumbang produksi pangan pada tahun 2020," ungkap Syahrul dalam Raker dengan Komisi IV yang disiarkan virtual, Senin (14/9/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sudin mempertanyakan hal tersebut. Ia tak yakin jika sekitar 30.000 Ha bisa ditanami tahun ini. "Yang saya tanyakan bisa nggak September, Oktober, November, Desember bisa menanam 30.000 Ha?" tanya Sudin.
Syahrul menjawab, lahan tersebut bisa mulai ditanami. Pasalnya, lahan tersebut sudah tersedia saluran irigasi.
"Saya sih kalau melihat lapangan insyaallah. Karena ini irigasi primer, tersier, dan sekundernya sudah ada. Tinggal manajemen in-out dari yang 30.000 Ha itu masih memungkinkan untuk kita capai," terang Syahrul.
Namun, menurut Sudin lahan tersebut belum memiliki saluran irigasi layak pakai.
"Pak saya pernah menengok ke sana. 30.000 Ha itu masih rusak berat setahun yang lalu, ya. Januari atau Februari saya sudah meninjau ke sana. Rusak berat, masih dalam perbaikan. Makanya tadi saya tanyakan apakah bisa ditanam 30.000 Ha? Pakai apa tanamnya? 30.000 Ha itu banyak lho. Kalau melibatkan tenaga kerja itu mungkin puluhan ribu. Apakah ada tenaga kerja di sana? Sedangkan tenaga kerja di sana itu kan sangat kekurangan," tegas Sudin.
Menjawab itu, Syahrul meyakini bahwa di tahun 2020 ini bisa ditanami padi di atas lahan seluas 30.000 Ha di Kalteng.
"Dari 164.000 Ha yang dicanangkan, yang real bisa dinamis 142.000 Ha kurang lebih. Dan yang mungkin dengan irigasi yang tersedia hanya sekitar 85.000 Ha. Yang lain belum ada irigasinya itu yang lain seperti yang Ketua sampaikan. Dari 85.000 Ha itu yang memang sangat layak dimasuki 2020 itu hanya 30.000 Ha. Dan di sana sudah mulai dilakukan sebenarnya. Dan lebih banyak pada lahan yang sudah kita intervensi pada bulan April, dan ini masuk pada penanaman intensifikasi di 30.000 Ha itu. Jadi kami sure, kami yakin di 30.000 Ha itu kita bisa masuk, memang dengan kerja yang lebih kuat. Dan irigasi di sana sudah terbenahi," papar Syahrul.
Persoalan data pun diperdebatkan. Menurut Sudin, ia menerima laporan dari Komisi V yang sudah rapat dengan Kementerian PUPR bahwa irigasi di lahan tersebut baru akan diperbaiki. Namun, menurut Syahrul dirinya juga memakai data dari Kementerian PUPR.
Di luar masalah data saluran irigasi, Sudin juga mempertanyakan ketersediaan tenaga kerja untuk menggarap lahan sekitar 30.000 Ha atau 28.315 Ha itu.
"Yang saya tanyakan tadi, Saudara Menteri tadi mengatakan akan ditanam 30.000 Ha. Mungkin nggak dengan SDM-nya? Ini yang jadi pertanyaan saya. Jangan target setinggi langit, pencapaian sekaki bukit. Saya nggak mau target terlalu tinggi, tiba-tiba nggak tercapai. Yang namanya nggak bagus siapa? Ya menteri. Nanti rakyat tinggal menghujat DPR-nya bodoh, mau saja dibohongi," lontar Sudin.
Menjawab itu, Syahrul menjelaskan saat ini sudah ada tenaga kerja yang berasal dari petani transmigran dari Pulau Jawa, dan juga 300 orang Bintara Pembina Desa TNI AD (Babinsa) yang akan menggarap lahan intensifikasi tersebut.
"Orangnya ada, ada bekas trasnmigrasi dan sebagainya. Di sana juga sudah turun 300 orang Babinsa yang diperbarukan. Dan kami lakukan alat berat di sana, termasuk traktor yang sudah tersedia di atas 150 buah diambil dari seluruh Kalteng untuk fokus," tegas Syahrul.
Pembahasan kembali bergulir soal pembenihan padi di atas lahan tersebut. Menurut Sudin, jika hanya mengandalkan traktor saja akan memakan waktu yang lama. Namun, menurut Syahrul pihaknya menggunakan drone dengan mekanisme sebar benih.
"Sudah pernah dicoba nggak menggunakan drone?" tanya Sudin.
"Di wilayah mana saya mau tahu? Berapa luasannya? Kita tidak cara demplot. Kalau itu Dirjen Tanaman Pangan bicara demplot, wah demplot ini sawah ini menghasilkan 5 ton. Ya demplot. Setiap hari ditengok, airnya ditengok, pupuknya nggak boleh kurang, semuanya diatur. Saya ini baru dengar lho. Mungkin saya bodoh karena nggak pernah sekolah pertanian, menanam padi ditabur. Saya baru dengar hari ini. Baru dengar hari ini. Besok kalau COVID-19 sudah selesai, saya akan belajar ke Vietnam dan Thailand untuk belajar masalah itu tadi," sambung Sudin.
Menjawab itu, Dirjen Tanaman Pangan Kementan Sumarjo Suwandi menjelaskan, mekanisme tabur untuk menanam padi sudah dilakukan diberbagai wilayah
"Pola sistem tabur sudah biasa dilakukan baik di Kalteng, Kalsel sebagian di Sumsel dan Banyuasin itu juga pakai tabur, sehingga penggunaan benih itu 40-50 kg per Ha, sistem semainya itu cukup 25 kg per Ha," jelas Suwandi.